" Rumah ini sangat istimewa sekali bagi saya, Bung. Malah terlalu istimewa sekali," jwab Markudut.
Markudut masih ingat pada suatu malam yang bening. Pada malam cahaya rembulan bercahaya dengan indahnya, dia secara tak sengaja menemukan sebuah cerita pendek yang tergeletak di atas meja kerja milik Lintang. Saat itu dia sedang menyusun buku yang berserakan diatas meja kerja Lintang. Sebuah cerita pendek yang ditulis dengan pulpen itu menarik perhatiannya.
Sebagai penulis cerpen, dia sangat merasakan getaran yang hebat dan luarbiasa dalam alur cerita pendek milik Lintang itu. Sebuah alur yang tak lazim dan belum pernah diperkenalkan penulis cerpen manapun di negeri ini. Sebuah eksprimen yang berani dan berhasil. Diam-diam dia amat mengagum karya sahabat barunya itu. Dia sama sekali tak menyangka di Kampung yang jauh dari Kota ada sorang pengarang cerpen yang hebat.Â
" Bung. Kalau tulisanmu ini dipublikasikan di media nasional, saya yakin akan mengegmparkan jagad raya sastra negeri ini,' puji Markudut. Lintang cuma tertawa.
" Bung ini ada-ada saja. Bisa juga berguyon ria untuk menyenangkan hati orang Kampung seperti saya ini," jawab Lintang dengan penuh tawa.
" Serius Bung. Serius. Karya ini bisa mengemparkan jagad raya  dunia sastra kita," ujar Markudut dengan mimik muka serius.
" Bung. Aku ini siapa. Cuma penulis kampung. Mana kampungnya tak terdaftar pula dalam peta dunia. Mana mungkinlah," elak lintang. " Bisa-bisa bagai pungguk merindukan bulan. Sudahlah, lebih baik kita makan. Perutku sudah lapar nih," sambung Lintang sembari mengajak Markudut makan.
___
Tiga bulan usai tour keliling literasinya, Markudut mendapat info dari seorang redaktur budaya media nasional yang menyatakan cerpennya yang berJudul " Presiden Dan Istri Tirinya " akan dimuat di harian itu pada edisi minggu di rubrik budaya. Markudut kaget setengah mati. Soalnya dia tak teringat lagi dengan cerpen itu. Cerpen itu dititipkannya kepada rekannya yang bekerja sebagai redaktur budaya sebuah media massa, saat dirinya bertemu secara tak sengaja dalam sebuah acara peluncuran buku. Saat itu dia menitipkan cerpen itu.
Dan yang amat mengagetkan Markudut, cerpen itu ditulis atas namanya mengingat saat dia meminta izin kepada Lintang untuk mengirimkanya ke media massa, tak ada nama pengarangnya. Â Dan oleh redaktur budaya media massa, karya itu dianggap sebagai karya Markudut.
Dan yang kembali mengagetkan Markudut, cerpen itu terpilih sebagai cerpen terbaik tahun ini oleh sebuah yayasan buku. Para penilai cerpen di yayasan buku itu menganggap alur dan tema dalam cerita itu tak lazim dalam alur sebuah cerita pendek namun tetap mampu memikat pembacanya hingga selesai.Â