Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Diujung Malam

30 Mei 2017   00:37 Diperbarui: 30 Mei 2017   01:57 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diluar gelap. Cahaya rembulan temaram. Seolah enggan bersinar. lelaki itu terbaring. Sendirian. Matanya belum mengantuk sama sekali. Bangkit tapi bingung apa yang akan dikerjakan. Suara telepon tak ada. Bahkan pesan pendek pun tak terdengar.

lelaki itu menuju jendela. Memandang keluar rumah. Cahaya tetap gelap. Entah kenapa malam ini cahaya rembulan enggan bersinar. kerlap kerlip kunang-kunang pun tak tampak kilatan cahayanya. lelaki itu melenguh.

" Inilah resiko birokrat tak berjabatan. Terbuang dalam keramaian," desisnya sambil menutup tirai jendela.

Usai tak memegang jabatan lagi di Kantor kementrian, lelaki yang biasa dipanggil Pak Zul pindah ke Kampung. Sementara istri dan anaknya masih di Kota. kembali ke Kampung bukan berarti dirinya bisa beradaptasi dengan warga. Sama sekali tak gampang. Kuping harus kuat menerima segala macam pertanyaan dari warga yang terkadang amat kritis bak wartawan yang mewancarainya saat masih bertugas.

" Kok mau-maunya pindah ke Kampung Pak," tanya seorang warga saat dirinya sedang sarapan pagi di sebuah warung kopi di ujung Desa.

" Mau memasuki pensiun di sini ya, Pak," sambung yang lain.

" Apakah tak mampu bersaing di Kota Pak," celetuk yang lain.

" Atau jangan-jangan Bapak menghindar dari kejaran KPK ya, Pak," tanya yang lain.

Zul hanya tersenyum. Senyumnya terasa sangat beda . Sebeda kopi yang dinikmatinya terasa pahit, walaupun pemilik warung telah berkali-kali mengingatnya apakah kopinya kurang gula.

Zul kini baru merasakan bahkan sangat merasakan bagaimana perlakuan dari bawahan maupun atasannya terhadap dirinya. Dan dirinya baru merasakan bagaimana rasa seorang birokrat tanpa jabatan. Tak terhargai sama sekali. tak ada lagi yang menghubunginya. tak ada lagi yang menelponnya. dan tak ada lagi rasa penghormatan dari sekitar. Tak terkeculai para warga kampung tempatnya dilahirkan. malah mareka berasumsi yang bukan-bukan terhadap dirinya.

Dulu dia beranggapan jabatan tidaklah perlu dikejar. Jabatan akan datang seiring dengan prestasinya sebagai seorang birokrat. Tak heran ketika  mantan atasannya sempat berpesan bahwa suatu saat dirinya juga akan mendapat perlakuan seperti dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun