" Ada-ada saja alasannya. Anaknya sakit. Anaknya minta kirim uanglah," urai temannya dengan nada keluhan yang amat memilukan.
" Bahkan cerita ayah saya, anaknya mau beli handphone saja minta ke orang tua saya. yah akhirnya, orangtua saya masuk penjara karena tak mampu menuruti kehendak mareka," ujar temannya sambil menutup cerita duknya dengan suara yang amat memilukan. Gendis hanya menarik nafas mendengar cerita itu. Dirinya seolah merasa bersalah atas kejadian itu. Â Gendis kesal karena tak bisa membantu temannya.
###
Malam semakin larut. Cahaya rembulan menembus rongga setiap sudut rumah dan Kota. Sinar nakal kunang-kunang yang bertebaran di hutan kecil menmbah indah ornamen malam itu. Sebuah malam yang amat dirindukan segenap manusia. Â Sebuah malam yang amat ditunggu manusai kehadirannya. Gendis masih berada dimeja makan. Penjelasan ayahnya tentang siapa hakim yang memeras ayah temannya kini sudah terjawab sudah.
" Ayah telah memecat hakim yang melakukan pemerasan terhadap ayah temanmu. Dan ayah juga telah memerintahkan uang yang dinikmati hakim itu dikembalikan secara utuh kepada ayah temanmu," ujar sang ayah.
Gendis bahagia. Senyumnya mengembang bak bunga mawar yang sedang mekar dan tumbuh di belakang rumahnya. Gendis merasalah bersalah selamam ini yang telah berpikiran negatif terhadap profesi ayahnya. Dan mulai detik ini dia akan mengenalkan ayah dan ibunya kepada teman-temannya. Tak ada rasa malu lagi dihatinya terhadap profesi ayahnya. Ayahnya memang lelaki hebat dan patut dikagumi sebagaimana celotehan teman-temannya saat menyaksikan ayahnya di televisi. Ayah, Gendis beruntung memiliki ayah yang jujur," desisnya. (Rusmin)
Toboali, Bangka selatan 2 ramadan 1408 H