" Bapak tidak usah menikahi saya. Saya ikhlas atas semua yang terjadi malam itu," ujar wanita itu.
" Sebagai lelaki saya harus bertanggungjawab untuk menikahimu, walaupun resikonya berat. Dan saya harus siap," jawab lelaki itu yang kini telah berstatus sebagai Presiden.
" Dan saya mohon Jeng bisa mengkondisikan status perkawinan kita dari publik," lanjut lelaki itu. Anggukan dari wanita itu memberi tanda bahwa dirinya sangat mengerti apa yang diinginkan lelaki yang kini selalu dikawal dengan ketat oleh para pria berbadan tegap berpakaian batik dan safari. Malam jumat kliwon dengan disaksikan team terdekat dan bersifat rahasia, keduanya kini terikat dalam satu ikatan perkawaninan yang sah secara agama. Dan usai acara itu lelaki itu langsung meluncur kembali ke Istana.
Lelaki itu ingin sekali memboyong wanita yang telah melahirkan anak buatnya ke istana. Sayang hasratnya selalu terganjal. Sejuta diksi yang dilontarkan tim dan orang terdekatnya membuatnya urung. Argumentasi yang dibuat tim dan pembisiknya membuatnya harus menahan diri.
" Belum saatnya Bapak memboyong Jeng ke istana. Bapak masih perlu pencitraan yang kuat unuk menyakinkan masyarakat," ujar seorang pembisiknya.
" Benar sekali Pak Presiden. Bukankah Bapak menang karena hebatnya pencitraan yang Bapak buat," sela yang lain.Lelaki itu cuma terdiam. Tak ada diksi yang dilontarkannya. Hanya menelan ludah. Padahal dirinya sangat merindukan untuk bisa bertemu dengan wanita itu dan bayi yang malam itu diazaninya.
Sementara di sebuah rumah yang jauh dari pusat pemerintahan, seorang wanita asyik bermain dengan seorang bayi sambil menonton acara talkshow televisi yang menampilkan Presiden sedang bicara tentang keharmonisan sebuah keluarga. (Rusmin)
Toboali, Bangka Selatan