" Apa itu yang membuat Mang Sidik belum kawin juga sampai sekarang," tanya seorang warga dengan penuh rasa penasaran.
" Mang Sidik merasa bersalah atas kejadian itu, karena perawat itu berada dalam pasukan beliau. Berada dalam perlindungan beliau. Padahal perawat pasukan itu meninggal karena kaget dengan bunyi senjata yang terdengar sangat keras saat pasukan Mang Sidik dan anak buahnya terlibat kontak senjata dalam pertempuran. Bukan karena ditembak musuh," cerita teman seperjuangan Mang Sidik lagi.
Hari itu adalah tanggal 17 agustus. Tanggal yang sangat sakral bagi semua warga bangsa. Semua warga tampak antusias menyambut hari kemerdekaan dengan mengibarkan bendera Merah Putih di halaman rumah mereka. Sang Saka Merah Putih berkibar dengan gagah dan berjejer dengan rapi menghias rumah warga. Sebuah panorama keindahan yang tak dapat terlukiskan dengan diksi-diksi indah oleh para penyair. Sebuah tanda semangat nasionalisme yang sangat mengkristal dalam jiwa warga.Â
Dibalik panorama keindahan  Sang Saka Mrah Putih yang tak terperikan itu,  warga sangat heran dengan tidak terpasangnya bendera Merah Putih di halaman rumah Mang Sidik. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, dimana Sang Saka Merah Putih selalu berkibar dengan gagah di halaman rumahnya. Biasanya usai sholat subuh Sang saka Merah Putih sudah menghias halaman rumah Mang Sidik. Sejuta tanda tanya melanda pikiran warga Kampung. Ada apa dengan lelaki pejuang itu?  Pasti terjadi sesuatu dengan Mang Sidik,' pikir para warga.
Bersama Kepala Kampung, warga mendatangi rumah Mang Sidik. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Tak ada suara aktivitas dari dalam rumah. Hening sekali. Dengan persetujuan bersama, petugas hansip kampung lantas mendobrak pintu rumah Mang Sidik. Mareka semua terkejut saat melihat seorang lelaki dengan berpakaian veteran  terbaring di kursi sambil memeluk bendera Merah Putih. Dan koor sakral Innalillahi Wainnalilahi Rojiun pun terlontar dari mulut para warga. Menggema di jagad raya semesta hingga menembus langit tujuh yang biru. Alam terasa sangat religius pagi itu. Sementara cahaya matahari bersinar sangat temaram sebagai tanda ikut berduka. (Rusmin)
Toboali, Bangka Selatan, sabtu malam 13/8/2016.
Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H