Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasih Guru Sepanjang Hari, Sayang Ortu Sepanjang Hayat

13 Agustus 2016   13:08 Diperbarui: 13 Agustus 2016   13:19 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus pemukulan guru oleh wali murid bukanlah sesuatu yang biasa. Terasa sangat istimewa. Selama ini yang kita dengar adalah kasus pemukulan murid oleh para guru. Dinamika hidup bangsa ini pun terbalik.

Sebagai tenaga kependidikan dan pendidik, guru bukan hanya sekedar diamanatkan orang tua untuk mengajar dan mencerdaskan siswa, namun guru dituntut untuk menciptakan siswa yang sempurna dan istimewa. Tak pelak kalau ada siswa yang gagal dalam prestasi akdemik dan non akademik maka umpatan bernarasi negatif diarahkan kepada para guru.

pada sisi lain guru adalah manusia biasa yang dibekali profesi sebagai tenaga kependidikan dan pendidik. Tugas mulai yang mareka emban sangat inheren dengan program wajib belajar dari Pemerintah. Seolah-olah guru, tenaga kependidikan dan pendidik adalah manusia Indonesia yang terdepan dalam soal pendidikan. tak terkecuali soal etika hidup.

Tuntutan yang terlalu berlebihan terhadap pembentukan karakter anak masa depan Indonesia seakan-akan menjadi PR berat para guru, tenaga kependikan dan pendidik. Mareka seolah-olah menjadi instrumen pembentukan manusai Indonesia yang berkarakter, berbudaya dan beretika.

Lantas bagaimana dengan fungsi orang tua di rumah?

Orang tua seharusnya berkewajiban membentuk karakter anak sehingga karakter itu terus menerus dimunculkan anak dalam segala waktu. tak terkecuali di sekolah tempat mareka menuntut ilmu dan pengetahuan. Tanpa adanya didikan yang berkarakter dan beretika dari orang tua di rumah, maka jangan harap anak akan mampu memunculkan sikap yang baik dalam ruang kehidupannya. Tak terkecuali pergaulan di sekolah.

Orang tua tak bisa membiarkan pendidikan anak kepada para guru, tenaga kependidikan dan pendidik di sekolah mengingat ruang waktu yang dimiliki para guru itu sanga terbatas dan sempit. Apalagi para guru dibatasi dengan restriksi pengetahuan studi yang mareka ajarakan kepada siswa di sekolah terbatas. Hanya dalam rentang waktu dua jam untuk satu mata pelajaran per hari

Kondisi ini mau tidak mau membuat orang tua harus menjadi panglima dalampembentukan karakter anak. Orang tua harus menjadi garda terdepan dalam mendidik anaknya mengingat waktu yang dimiki para orang tua cukup banyak. Mulai pukul 02,00Wib hingga pagi harinya. Dan disini variabel orang tua menjadi sangat penting sebagai teladan anak dalam membentuk karakter anaknya sehingga terbawa ke ruang pergaulan sekolah.

Dan sebagai anak tentunya mareka akan meneladani perilaku orang tua mareka di rumah. Mulai dari sikap kasar yang dipertomtomkan orang tua dalam pergaulan sehari-hari dilingkungannya hingga sikap yang paling ekstrem orang tua. Penularan sikap orang tua terhadap anak tak lepas dari sikap orang tua dalam berperilaku sehari-hari yang akhirnya diadopsi anak hingga terbawa ke ruang pergaulan sekolahnya.

Disisi lain para pemimpin yang katanya harus menjadi teladan dan contoh kepada anak bangsa terkadang bersikap tak mampu meneladani diri sebagai panutan bangsa. Umpatan mareka yang diperdengarkan di televisi terdengar gaduh di ruang publik dan ruang keluarga yang terkadang ditonton anak-anak bangsa. Demi sebuah hegemoni yang bernama kekuasaan mareka rela bernarasi kasar dan saling memojokan calon lawannya tanpa malu. Inikah perilaku yang mareka tularkan kepada para pewaris bangsa ini?  

Apapun bentuk penistaan dan penganiayaan terhadap guru, adalah perilaku yang bukan hanya melanggar hukum dan patut di hukum, namun perialku orang tua menganiaya guru merupakan bentuk aksi yang sangat purba di era moderen ini dan sebagai bentuk bergesernya perilaku moral dalam kehidupan masyarakat bangsa ini yang selalu menjadikan kekerasan sebagai solusi penyelasaian masalah. Aksi purba ini sudah sepantasnya menjadi bahan introspeksi kita semua, tak terkecuali para guru yang diamanat berprofesi sebagai pendidik dan pencerdas anak bangsa bahwa mendidik tidak perlu dengan cara-cara kekerasan mengingat bangsa ini adalah bukan penganut paham kekerasan dalam memberi contoh dan mendidik anak bangsa .

Kita berharap poenganiayaan terhadap guru yang terjadi di Makasar adalah peristiwa terakhir yang terjadi di negeri kita yang katanya beradab, berbudaya dan beretika sehingga menjadi rujukan dan panutan bangsa-bangsa lain. Tapi kalau aksi purba ini masih terjadi, maka negeri ini memang sedang sakit dan perlu penyembuhan yang ekstra luarbiasa dengan obat injeksi yang luarbiasa pula. Sebagaimana penyakit korupsi yang menjadi musuh negara. Salam Junjung Besaoh...(Rusmin)

Toboali, Bangka Selatan, sabtu 13/8/2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun