Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Bulan Kemanusiaan RTC) Suara Sepanjang Malam

27 Juli 2016   23:05 Diperbarui: 27 Juli 2016   23:08 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahaya rembulan malam ini terpancar meliuk-meliuk. Cahaya terangnya bersaing dengan liukan tubuh seorang penyanyi yang asyik menyanyikan sebuah tembang lawas diatas pangung seadanya. Sorakan penonton menambah riuhnya malamnya. Bersaing dengan ketatnya balutan baju sang penyanyi. beberapa orang naik ke atas pentas secara bergantian.

Memasukan sesuatu dicelah baju bagian depannya yang terbuka. Sementara sepasang gunung yang menonjol di bagian tubuhnya menjadi sasaran empuk para pria yang iseng memasukan helai demi helai uang.

Setidaknya sudah seminggu Laila harus menjual suara emasnya kepada para penonton jalang yang mengundangnya untuk bernyanyi di kawasan kumuh yang terkenal dengan kawasan prostitusi klas bawah. Dan sudah seminggu ini pula martabatnya sebagai wanita terendahkan oleh ula para lelaki berpikiran kotor itu. Bahkan ada pula yang mengajak kencan usai bernyanyi.

Laila baru terbangun ketika orang-orang sudah memulai aktivitasnya mencari makan. Pulang larut malam dari kegiatan menyanyi yang dilakoninya di kawasan kumuh itu membuatnya tidak bisa bangun pagi. Maklum jadwal perhelatan nyanyi di kawasan itu tak mengenal waktu. kadang usai ketika rembulan mulai terkantuk-kantuk keperaduannya.

Laila tidak menyangka sama sekali dalam otak jernihnya, kedatangannya ke ibukota harus berhadapan dengan persoalan pelik dan menorehkan airmata. bagaimanaa tidak, saat datang berkunjung ke rumah temannya, dia mendapati Ibu temannya sangat membutuhkan pertolongan. Sakit yang diderita Ibu temannya membutuhkan banyak uang. Sementara temannya hanya berprofesi sbagai seorang Sales yang gajinya hanya berdasarkan jumlah penjualan.

" Mohon maaf, laila. Kedatanganmu malah ku sambut dengan keluh kesah dan penderitaan," kata temannya dengan nada sedih.

" Selagi saya bisa membantu, saya akan bantu. Sebagai sesama manusia hanya tolong menolong yang menjadi andalan kita dalam berkehidupan," jawab laila.

" Aku sudah menyusahkanmu," lanjut temannya.

" Aku malah bahagia bisa menghibur mareka dengan suaraku. Dan mareka pun bahagia memberiku uang untuk membantu meringankan biaya tambahan berobat Ibumu," jawab laila sambil memeluk temannya.

Laila dan temannya yang bernama Nani adalah teman sepermainan saat mareka masih di Kampung. Nani lantas hijrah bersama keluarganya ke Kota. Kota ternyata bukan tempat yang istimewa bagi keluarga nani yang hanya hijrah bermodalkan tekad dan niat yang membaja. Nani yang hanya berpendidikan SMA akhirnya harus membanting tulang membiayai kehidupan keluarganya. 

Kehidupan Nani dan keluarga makin terpuruk ketika ayahnya dipecat sebagai pegawai pabrik. serbuan buruh asing dari negara lain membuat Ayahnya hanya menambah pengangguran Kota yang makin ganas. Ayah Nani pun jatuh sakit dan akhirnya meninggal.

Sepeninggal Ayahanya, nani menjadi urat nadi kehidupan keluarganya. Gaji nani sebagai Sales Promotion Girls yang tak seberapa membuat keluarga ini harus banting setir menghadapi ganasnya rimba Kota yang tak berperikemanusian. Penderitaan makin menjadi ornamen kehidupan nai dan Ibunya usai rumah mareka digusur aparat yang hobby bercitra diri di muka media massa. 

Rumah yang menjadi satu-satunya peninggalan almarhum Ayahnya kini rata diganyang alat berat yang datang tanpa mata hari dan perikemanusian. Dan mulailah mareka hidup dari rumah kontrakan ke rumah kontrakan tanpa henti. Sementara kesehatan Ibu nani diujung tuanya menambah problema hidup dengan dideteksinya penyakit Ibunya yang oleh dokter diklaim sebagai penderita kanker ganas stadium tinggi. 

Kehadiran laila di rumah Nani seolah memberi berkah bagi Nani dan Ibunya. Sebagai penyanyi laila akhirnya rela untuk meluangkan waktunya untuk menbantu sahabat karibnya di Kampung dengan menjajakan suara emasnya di kawasan kumuh yang tak pernah dilakoninya selama ini sebagai penyanyi.

"Semoga dengan saya menyanyi di sana bisa membantu pengobatan Ibumu, Nan," ungkap Laila saat Nani menceritakan persoalannya.

"Kamu tak layak menyanyi di sana Laila. Walaupun duit tip nya besar, namun mareka kasar dan tidak beretika," larang Nani.

"Saya sudah terbiasa menghadapi penonton seperti itu. Kamu tenang saja," jawab laila membesarkan hati Nani yang gulana.

Subuh itu usai menyanyi di kawasan kumuh itu, Laila dan Nani langsung ke rumah sakit untuk menjenguk Ibunya yang sedang diopname. Sekalian membayar uang perawatan rumah sakit. Malam ini uang sawer yang didapatkan laila amat besar. Mencapai angka 2 juta.

Keduanya bergesas mendatangi loket pembayaran di rumah sakit itu. Namun keduanya langsung menangis saat petugas loket menyatakan bahwa Ibundanya Nani sudah wafat.

Sementara dari kejauhann malam yang berisikan cahaya rembulan yang bening terdengar suara zan subuh yang mereligiuskan alam raya. Semua orang bergegas menuju rumah sang Maha Pencipta untuk bersujud selagi masih ada detak nafas untuk bertobat dan memohon ampun kepadaNYA sebagai Sang Maha Pencipta. (RUsmin)

Toboali, Bangka Selatan,27/7/2016

karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Bulan Kemanusiaan RTC

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun