" Ini uang buatmu," ujar Tante sambil memberikan beberapa lembaran uang duapuluhan ribu.
Lelaki itu kembali ke kedai minuman klas bawah yang berada di sebuah kawasan kumuh yang menjadi sahabat malamnya usai diturunkan Tante. Raganya yang rapuh kembali menegak beberapa gelas minuman merk kaum urban itu hingga matanya memerah. Suara lagu dangdut dari sebuah VCD membawakannya untuk bergoyang menuruti itrama lagu yang didendangkan penyanyi dengan suara serak basah.
" Lanjut Bung. Lanjut terus hingga pagi," terdengar teriakan dari beberapa pengunjung saat melihatnya mulai menarikan tarian seirama dengan lagu. Dan lelaki itu pun terus menari dan menari hingga terjerembab di tanah. Suara sakral Innalillahi Wa innalillahi dari mulut para warga menandai akhir kehidupannya di dunia. Tak ada tangisan. Tak ada kedukaan. Tak ada kenestapaan. Tak ada sama sekali.
Dan diatas pusaranya tak tertulis namanya aslinya. Hanya tertulis anak muda dengan tanggal kematian tanpa tanggal lahir. Sementara dikejauhan seorang wanita setengah tua menangisi kepergiannya tanpa mampu mendekat. Suasana pemakaman makin menyepi seiring perginya beberapa penghantar yang mulai menghilang dari areal pemakaman itu. Sunyi mulai menampak diareal pemakaman umum itu. Ya, hanya kesunyian yang kini menjadi sahabatnya. (Rusmin)
Toboali, Bangka Selatan, minggu,24/7/2016.