Usai sholat subuh tadi selasa (5/6) saya mengantarkan istri berbelanja di Pasar Toboali, Bangka Selatan untuk keperluan Idul Fitri besok. Ketika memasuki kios penjualan daging yang terletak diluar Pasar Toboali, saya kaget saat harga daging sapi sudah mencapai angka Rp.140.000/Kg, mengingat sebelumnya pada hari senin (4/6), adik saya menginformasikan harga daging masih berkisar diangka Rp.120.000/Kg.
Fakta ini tentu saja sangat kontradiksi dengan narasi heroik Presiden Jokowi yang dengan sangat heroik menyatakan rasa optimismenya yang sangat tinggi bahwa harga daging sapi bisa diangka Rp.80.000/Kg. Pernyataan heroik Jokowi yang digelorakannya di hadapan awak media televisi dapat kita lihat di media televisi. Demikian juga pernyataan heroik Jokowi tentang harga daging dikisaran Rp.80.000/Kg dapat kita baca di koran.
Bagi kami yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan, tentunya harga daging yang demikian tinggi bahkan fastastik tentunya sangat memberatkan mengingat pertumbuhan ekonomi Bangka Selatan kini hanya dikisaran 4,7%. Â Sementara harga produk masyarakat seperti karet, lada bahkan timah menurun. Padahal itulah sumber income bagi masyarakat Bangka Selatan.
Naiknya harga daging sapi tentunya sesuai dengan hukum supply dan demand. Ada permintaan dan ada persediaan. Namun dalam kondisi tertentu mestinya pemerintah harus hadir dalam menetralisir harga bahan kebutuhan pokok yang sudah melangit. Bukan hanya sekedar operasi pasar sesaat. Pemerintah tak bisa hanya sekedar memantau di pasar-pasar semata dan bernarasi di media untuk menenangkan hati masyarakat. Sedangkan harga kebutuhan faktanya tidak berkompromi dengan daya beli masyarakat yang makin menurun.
Pada sisi lain kontinyunitas naiknya harga daging sapi bukan hanya membuat Jokowi sebagai Presiden dianggap cuma bias bernarasi Omdo alias Omong Doang, namun bisa mengurangi rasa kepercayaan yang tinggi dari masyarakat dan publik terhadap Presiden Jokowi. Padahal kita tahu kepercayaan yang besar dari masyarakatlah yang membuat Jokowi bisa mengalahkan pasangan Prabowo dan Hatta Rajasa dalam Pilpres yang lalu. Sudah sepantasnya rasa kepercayaan yang tinggi dari masyarakat dikonversikan Presiden Jokowi dalam bentuk yang riil, terutama dalam mengatasi harga daging sapi yang makin melonjak.
Sebagai warga masyarakat yang tinggal di daerah terkategori tertinggal Toboali, Bangka Selatan, saya berharap kepada Presiden Jokowi untuk tidak mengeluarkan narasi yang belum tentu bisa terealisasi dalam interval waktu tertentu. Apalagi yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Lebih banyak bekerja dan restriksikan diri dari pencitraan dengan narasi-narasi yang hanya membuat masyarakat menjadi tidak simpati.
Apalagi semangat Presiden Jokowi dan kabinetnya adalah kabinet Kerja. Jadi ayo kerja, kerja dan kerja biar harga daging sapi bisa sesuai harapan Presiden Jokowi Rp.80.000/Kg. Bukan bicara, bicara dan bicara yang tak teralisasi yang berujung kepada pencitraan diri.Bukankah diam itu emas? Salam Junjung Besaoh...(Rusmin)Â
Toboali, Bangka Selatan, 30 ramadan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H