"Kalau memang masyarakat tak bisa diajak kompromi, laporkan saja kepada Presiden biar beliau yang menyelesaikannya. Bukankah beliau hobby blusukan ke daerah itu saat kampanye yang lalu," ujar peserta rapat yang disambut tawa para peserta rapat.
"Ide yang brilian sekali. Biar Presiden saja yang ngurusnya. Kita terima beres saja. Tapi jangan lupa kita harus tetap blow up lewat media biar makin ramai," ujar petinggi daerah.
"Dan Bapak petinggi daerah main tinggi populeritasnya. Modal awal untuk dua tahun mendatang," sela yang lain. Dan suara tawa kegembiraan kembali membahana di ruang rapat yang eksklusif itu. Sementara di Kampung Duka tangis dan jerit anak-anak balita mengapung alam. Tangis mareka menjadi potret kehidupan bangsa ini. Gema tangisan anak-anak masa depan itu meresonansi jagad raya hingga ke pelosok alam dan nurani penghuninya. Mencairkan sinar mentari yang makin panas yang menghantam jiwa-jiwa manusia penghuni kota.
Sinar mentari pagi cerahi bumi dengan sinarnya yang menyala. Terangi jiwa-jiwa yang sedang dalam perjalanan spiritual hidup. Cerahi raga manusia dibumi yang sedang berada dalam lingkar kekuasaan. Terangi para penghuni Kota yang sudah mulai kehilangan akal sehat dilumuri kekuasaan sesaat demi mencari jati diri sebagai penguasa.Â
Sementara di kampung Duka, sejumlah orang mulai beraktivitas kembali ditengah nurani para penguasa daerah yang mulai dilumuri kekuasaan akal sehatnya sehingga mampu bertindak sebagai penjajah baru bagi bangsanya sendiri. (Rusmin)
Toboali, Bangka Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H