" Alhamdulilah, sehat dik Ayu. Dan saya sudah mendengar kisah tentang dirimu. Aku pun turut berduka," jawab Cagal.
" Aku pun turut bersedih mendengar kisah Abang. Semoga Abang tabah. Masih ada perempuan lain yang siap menggantikannya," ujar Ayu.
Cagal tertegun. Tak menyangka dengan jawaban Ayu, perempuan yang pernah mengisi relung kasihnya dulu. Ada rasa bahagia atas jawaban Ayu. Sejuta harapan terhampar dilautan yang luas. Dan sebagai lelaki Cagal tak ingin asa yang terhampar luas itu lepas. Sejuta harapan yang ada dalam genggamanya kini.
" Apakah dik Ayu bersedia ku pinang untuk anak-anak kita," tanya Cagal. Ayu terdiam. Puluhan tahun lalu kalimat itu pernah diucapkan lelaki itu di pantai Batu kapur usai bibir tipisnya dilumat Cagal dengan nafas cinta yang membara. Saat itu dia tidak menjawab. Kini dia harus menjawab pertanyaan itu. Untuk anak-anaknya. Untuk masa depannya. Dan untuk rasa cinta yang masih membara dalam raganya.
" Aku menunggu pinangan Abang," jawab Ayu sembari memperkenalkan kedua anaknya kepada Cagal. Sepoi angin di pantai Batu kapur menambah keromantisan alam. Kecipak air laut menjadi saksi kisah masa lalu. Mareka pun meninggalkan pantai Batu kapur dengan sejuta harapan. Ya, harapan untuk hidup bersama dalam ikatan cinta yang sempat tertunda. (Rusmin)
Toboali, Bangka Selatan, awal april.
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI