Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Lara Hati Bapak

7 April 2016   21:41 Diperbarui: 7 April 2016   21:45 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Alhamdulilah hari ini warga ramai yang datang," ujar Bapak.

" Itu pertanda yang baik," sahut timses Bapak dengan nada optimisme yang tinggi.

" Apakah warga datang karena diiimingi sesuatu? Buktinya usai pembagian sembako mareka langsung pulang. Bapak tak sempat berorasi," jelas adik Bapak. Semua terdiam. Tak ada yang menjawab. Istri Bapak juga terdiam. Dia mulai membenarkan narasi adik Bapak. Kejadian ini terjadi selama masa kampanye. terlihat dengan jelas. Warga selalu ramai mendatangi lokasi kampanye Bapak kalau ada pembagian sembako dan kain sarung plus amplop.

Kekhawatiran Bapak akan kalah mulai terlihat saat mendekati hari pencoblosan. Warga sepi di rumah Bapak. Yang ada hanya para timses. Itu pun karena ada keperluan untuk bahan kampanye. Dan kalau tak ada keperluan para timses pun jarang datang. Tak heran selama masa kampanye Bapak banyak ditemani istri dan kolega istrinya yang hobbynya cuma berjoget di atas panggung meluapkan emosi jiwa yang galau dimakan zaman.

Sore usai pencoblosan, Bapak tampak lesu. Tak ada kegairahan seperti bisanya. Tak ada optimisme yang melanda jiwanya. Tak ada lagi senyum khasnya yang selama ini menjadi trade mark dirinya saat memimpin.Tatapan matanya nanar menyaksikan tumbuhan di kebunnya yang mulai gugur dimakan musim kemarau yang demikian panjang.

Seseorang datang menghampirinya. Dan Bapak sudah tahu apa yang hendak disampaikannya.

" Saya kalah," ujar Bapak sebelum timsesnya menyampaikan sesuatu. Timsesnya hanya terdiam. Ada rasa bersalah dalamjiwanya.

" Lebih baik kamu pulang saja. Saya ingin sendiri di sini," pinta Bapak. Tanpa basa basi timses Bapak langsung ngacir. Langkah seribu.

Suara azhan magrib menyadarkan bapak. Bergegas Bapak meninggalkan kebunnya untuk segera menyegerakan diri menghadap Sang Pencipta. Suara sakral azan iringi langkah Bapak untuk berserah diri kepada Sang Maha pencipta. (Rusmin)

Toboali, Bangka Selatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun