" Mana saya tahu Bunda. Mungkin mareka punya kesibukan tersendiri," jawab pak RT.
Kegundahan Bunda makin menjadi-jadi saat kampanye Pak Kades di lapangan bola Desa, jumlah yang hadir sangat minim. Padahal panggung hiburan diisi oleh para penyanyi dangdut beken ibukota.
" Ada apa dengan warga Desa ini," tanya Bunda usai kampanye dilaksanakan. Pendukung Pak Kades tak ada yang bernarasi dan berapologi. Semua hanya diam.
Tiga bulan usai pencoblosan Pilkades di desa Kami yang dimenangkan rival Pak Kades, tersiar kabar bahwa Bunda dan Pak Kades tak tinggal serumah lagi. Pak Kades kini mulai banyak beraktivitas kembali di dunia perdagangan yang memang menjadi profesi awalnya.
Rumah Pak Kades pun kini sepi. Seakan-akan tak berpenghuni. Tak ada lagi aktivitas keramaian sebagaimana biasanya saat pak Kades masih menjadi orang nomor satu di Desa Kami. Tak ada lagi orang-orang berkumpul di halaman rumah Pak Kades. Tak ada lagi penjagaan. Rumah mewah itu kini bak tanpa penghuni. Rumput-rumput dihalaman pun mulai tak terurus dan tumbuh subur bak rimba kecil. Bahkan warga pernah melihat ada biawak dan buaya yang berkeliaran di halaman rumah pak Kades saat mareka melewati rumah mantan penguasa Desa saat mareka hendak ke kebun dan pantai.
Warga Desa kami geger ketika membaca koran Ibukota bahwa Pak Kades telah ditangkap penegak hukum karena korupsi dana Desa dan menjual lahan untuk kepentingan pribadinya. Menurut data di koran itu, Pak Kades kini telah ditahan disalah satu rumah tahanan di Ibukota provinsi.
Dan warga Desa Kami kembali geger ketika mendengar kabar bahwa Bunda kini telah menikah dengan lelaki muda dan mareka tinggal disalah satu perumahan elite di Ibukota negara.
Catatan
Dak Nabat dalam bahasa Toboali artinya Tidak tahu diri.
Â