Gol Yang Terlupakan
Â
" Sudah berapa kali Ayah katakan kepadamu bahwa ayah tidak suka dengan hobimu bermain sepakbola. Apa kamu tidak mendengar nasehat ayah," Kata Sukri kepada anaknya.
" Apakah kamu sudah tidak mau mendengar nasehat ayah lagi sebagai orangtuamu," tanya Sukri lagi.
" Sabar Pak. Sabar. Suatu waktu juga Anjas tidak akan bermain sepakbola lagi. Sekarang kan lagi liburan. Wajarlah dia memanfaatkan waktu liburnya dengan berolahraga," sambung istrinya.
" Tapi olahraga itu bukan hanya sepakbola saja Bu. Lari juga olahraga dan menyehatkan badan," jawab Sukri. Mendengar jawaban sang suami Sang istri hanya terdiam tanpa kata. Tak ada lagi diksi yang harus dikemukakannya. Senja makin menghitam. Para warga mulai ramai menuju masjid. Waktu sholat Magrib akan tiba.
Ketidaksenangan Sukri dengan hobi anaknya bermain sepakbola bukan tanpa alasan. Masa lalu yang kelam membuatnya harus melupakan masa-masa kejayaannya sebagai pesepakbola andal. Siapa yang tak mengenal Sukri saat era 80-an dimana sepakbola menjadi olahraga yang bukan hanya populer namun menjadi sarana pencitraan bangsa.
Sukri adalah striker hebat yang dimiliki bangsa ini. Kepiawaiannya mengolah si kulit bundar bukan hanya mempopulerkan namanya sebagai pesepakbola, namun membuat lawan menjadi kecut. Setiap peertandingan, Sukri selalu mencetak gol. Tak heran pemain belakang lawan selalu ekstra keras menjaganya sebagaimana bangsa ini esktra keras menghantam para koruptor yang menggerogoti hajat hidup orang banyak di negeri ini.
Kegagalannya mengeksekusi pinalti saat timnya melawan tim lawan dalam final adalah awal kehancurannya dalam dunia sepakbola. Dirinya bukan hanya dihujat penonton tapi dianggap sebagai bagian dari mafia bola sebagai pengatur skor pertandingan.
" Tidak ada alasan bagi kamu untuk beralasan. Dan tidak ada alasan bagi kami untuk memaaafkanmu. Di negeri ini tidak ada yang percaya kalau kamu tidak bisa mencetak gol lewat pinalti. Tidak ada yang percaya. Kamu harus menyadari itu, Sukri. Kamu itu pemain nasional. pemain berkostum merah putih. Bukan pemain kampung," teriak tim manager klub Sukri dengan nada keras. Sukri terdiam.
" Kamu kini dianggap bagian dari mafia bola. Sebagi pengatur skor pertandingan. Kamu harus pahami itu," sambung manager klubnya sambil meninggalkan Sukri yang masih membisu diruang ganti pemain.