Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen : Koh Asun Jadi Pemimpin

11 Mei 2014   06:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:38 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak era bapaknya Koh Asun masih hidup, hubungan silahturahmi dengan warga berjalan baik dan harmoni. Sikap toleransi berjalan baik. Bapaknya Koh Asun dikenal darmawan dan penolong. Banyak jasa yang telah diberikan keluarga Koh Asun terhadap perkembangan pembangunan Kampung. Dulu mobil Bapaknya Koh Asun adalah alat transportasi bagi anak para warga yang bersekolah di luar Kampung. Maklum dulu di Kampung kami sekolah cuma ada SD. Untuk SMP dan SMA harus ke Kecamatan. Dan mobil bapaknya Koh Asunlah yang dipakai untuk antar jemput anak-anak sekolah. Gratis dan tanpa pungutan satu sen pun.

Dan bapaknya Koh Asun sangat benci dan marah kalau ada warga yang tidak menyekolahkan anaknya. " Apa kamu mau bikin anakmu bodoh dan dibodohi orang pintar,ya," ujarnya dengan nada tinggi. Lalu disambung dengan frasa khasnya " Mati lo. Bangklut negara klo rakyatnya bodoh.

Dari tiga bersaudara, hanya Koh Asun yang menetap di kampung. Dua adiknya tinggal di Kota. Pulangnya hanya setahun sekali ketika ada perayaan keagamaan. Dan setiap pulang kedua adiknya selalu memberikan bantuan untuk pembangunan Kampung dan warga yang sedang dilanda musibah. Kelaziman ini sudah bertahun-tahun mareka lakoni sebagai bentuk soladaritas mareka sebagai warga Kampung. bahkan banyak pula warga Kampung yang menjadikan tempat dan rumah adik Koh Asun di Kota sebagai tempat beristirahat kalau mareka ke Kota.

Walaupun bersekolah tinggi, Koh Asun tidak mau tinggal di Kota. Tak manusiawi dan tak ada kedamaian ujarnya saat ditanya para warga. Koh Asun meneruskan usaha Bapaknya yang sedari dulu membuka usaha toko sembilan bahan pokok dan perkebunan. Perkebunan sawit dan lada milik Koh Asun sangat luas. Banyak warga Kampung yang hidup dari perkebunan itu. Bahkan ada yang sudah bekerja semenjak perkebunan itu masih dikendalikan Bapaknya Koh Asun.

Usai sholat Isya, aku mampir kerumah koh Asun untuk bersilahturahmi . Langit amat cerah. Bintang gemintang bertaburan di langit. Cahaya rembulan seolah menjadi teman ku menuju rumah Koh asun yang terletak di ujung Kampung. Sudah lama aku tak berjumpa dengan Koh Asun. Walaupun kami se Kampung, namun dikarenakan kesibukan masing-masing, kami jarang bertemu dan ngobrol panjang lebar.

Saat tiba di rumah Koh Asun, tampak sang pemilik rumah sedang asyik berbincang dengan beberapa warga Kampung yang amat ku kenal. Mareka tersenyum bahagia saat melihat kedatanganku. Demikian pula dengan Koh Asun. Wajahnya sumringah. Tampak bahagia dengan kedatanganku yang tiba-tiba itu.

" Masuk. Masuk sahabat. Udah lama kita nggak ketemu,ya Bro," sambut Koh Asun dengan menyebut Bro sebagai panggilan akrab kami sambil memeluk ku. " Bu. Ibu. Kita kedatangan tamu agung dan penting," ujar Koh Asun kepada istrinya saat kami masuk ke dalam rumahnya. Dan istrinya Cik Aini menyambut kehadiran ku sambil menanyakan minuman yang kusukai.

Usai berbasa-basi, kami saling bercerita tentang berbagai masalah. Mulai dari soal Pileg yang kacau balau hingga soal Pilpres. Soal Wapres Boediono yang dibersaksi di pengadilan tipikor. Termasuk soal pembangunan di Kampung kami.

" Terus terang, bro. Bukannya aku mengecilkan peran yang dilakukan Pak Kades kini, namun ku pikir pembangunan di kampung kita ini amat tertinggal jauh dibandingkan dengan Kampung sebelah. Jalan saja baru kini diaspal. Sekolah baru sampai SMP. Padahal lulusan SMP di Kampung kita ini banyak sekali tiap tahunnya," papar Koh Asun dengan nada suara berapi-api bak orator parpol yang sedang kampanye di panggung politik.

" Oh, jadi itu yang membuat Koh Asun tertarik menjadi Kepala Kampung," tanyaku sambil menghirup hidangan kopi yang sedari tadi telah berubah rasa karena asyik mendengarkan narasi dari Koh Asun.

" Iya," jawab Koh Asun dengan nada suara yang mantap. Narasinya meyakinkan sebagaimana narasi dari para terpidana kasus korupsi saat menjawab pertanyan hakim seperti yang sering kita lihat di tipi-tipi itu. " Kalau sebagai kepala Kampung saya tak bisa mendirikan sekolah SMA dan pembangunan pasar, maka saya akan mundur. Saya ingin berbuat dan mengabdi untuk warga kampung. Apalagi usia kita kan tak muda lagi. Aku ingin meninggalkan warisan buat warga sebagai bekal di alam kubur nanti. Duit dan harta tak dibawa mati,bro," jawabnya dengan suara tinggi sambil tersenyum bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun