Diksi heroik yang dilontarkan Menteri Periakanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti yang akan menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan di laut Nusantara sontak mencuri perhatian kita semua. Tak pelak media berlomba-lomba memberitakan dan pencitraan diksi pun sukses.
Narasi heroik itu adalah bentuk diksi kedaulatan dari seorang anak negeri yang kini dipercaya Presiden untuk menata, membenahi dan mensejahterakan rakyat nelayan mengingat sebagai negara maritim dengan segala jenis sumber alamnya, bangsa ini khususnya nelayan dan rakyat harusnya sejahtera dan makmur.
Menteri Susi nampaknya alpa dengan pernyataan itu. Dengan gugusan laut dan pulau-pulau yang berjejer sebagai bagian terindah dari zamrud katuliswa, banyak komponen dan elemen bangsa yang hidup dari laut nan luas itu. Bukan hanya kaum nelayan. Apalagi kandungan dilaut Indonesia bukan hanya ikan dan biotanya saja, namun juga akan mineral dan migas.
Sebagai analogi, saya ingin memberikan contoh di daerah Provinsi kepualauan Bangka Belitung. dengan garis pantai cukup panjang dan gugusan pantai yang indah dan menawan, kini laut bangka Belitung yang terdiri dari 7 Kabupaten/Kota bukan hanya menjadi lumbung ikan bagi nelayan, namun telah menjadi lumbung mineral timah yang diekploitasi.
Pantai yang ada di sekitar daerah bangka Belitung kini telah menjadi lumbung ekploitasi timah baik yang dikelola masyarakat maupun oleh perusahaan BUMN. PT Timah sebagai perusahaan flat merah kini lebih banyak mengekploitasi mineral timah di laut Babel.
Kita bisa lihat disepanjang laut Babel terlihat kapal Keruk milik PT Timah dan Kapal Isap milik mitra PT Timah beroperasi dilaut babel untuk mengekploitasi bijih timah sebagai pundi-pundi untuk sumber pendapatan daerah dan negara.
Demikian pula dengan Kapal Isap produksi yang izinnya dikeluarkan pemda menjadi panorama yang luarbiasa hebatnya sebagai penghias ornamen perairan Bangka Belitung. Bejejer bak kapal perang yang siap menjaga laut Babel dari ancaman dari luar.
Tak heran teriakan nurani nelayan Babel yang terus terdengar sepanjang hari hanya direspon saat saat Pemilu,Pilkada dan Pilpres tanpa solusi kongrit dan keberpihakkan yang jelas kepada nelayan. Padahal berapa banyak warga Babel yang hidup dari laut sebagai nelayan.
Walaupun UU no 27 tahun 2007 tentang Pengeloaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau kecil telah mengamanatkan soal proteksi laut untuk nelayan, namun kekuasaan tak mampu membendung teriakan kecil dari nelayan.
Pertanyaan kita mampukah Menteri Susi Pudjiastuti menata dan mengelola kondisi yang terjadi di daerah Babel ini, ketika kepentingan rakyat dan negara saling berkolerasi. Dan saya sungguh yakin, diksi heroik menteri Susi hanyalah diksi heroik sesaat sebagai eforia pengangkatannya sebagai pembantu Presiden yang tak pernah diprediksi para pengamat dan rakyat.
Tampaknya statemen Menteri Susi soal akan menenggelamkan kapal-kapal asing yang mencuri ikan diperairan dan laut kita hanyalah gertak sambal terasi yang kini sudah susah didapati para nelayan Babel karena terlindas deru kapal keruk dan Kapal Isap yang mengekploitasi biji timah untuk kepentingan negara. Jadi statemen Menteri Susi hanyalah diksi pencitraan untuk konsumsi media massa yang terbungkus dan berbalut narasi heroik dan nasionalisme tanpa aksi. Untuk sekedar pencitraan diri, diksi heroik ini sangat lumayan ditengah belum adanya aksi kerja, kerja dan kerja dari seorang pembantu Presiden Hidup Susi, Bravo Susi...(Rusmin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H