Rencana Pemerintah Pusat untuk mengemakan nuklir sebagai energi lain sebagai usaha untuk menambah daya listrik mulai digelorakan. Beberapa daerah di negeri ini telah ditetapkan Batan sebagai tapak nuklir.
Bangka Belitung adalah salah satu Provinsi yang ditetapkan Batan sebagai daerah tapak nuklir. Dengan apologi aman dan tersedianya bahan baku berupa uranium, sosialisasi telah dilakukan Batan. Dan Kabupaten Bangka Selatan adalah salah satu daerah tapak nuklir.
Pada sisi lain Pemerintah Pusat dan Batan lupa dalam usaha untuk mengatasi listrik di Bangka Belitung (Babel) sejak tahun 2008 telah dibangun PLTU di Desa Airanyir dengan biaya yang cukup fantastik sekitar 600 M. Dan proyek pembangkit listrik tenaga uap yangdibangun PT. Truba manunggal Eengineering dan China Shanghai (grup) Coorporation For fereign Economic dan technology Coorporation (SPECO) Â yang terdiri dari 2 mesin dengan kekuataan 2X30 MW (megawatt) justru kini sedang diusut kajati Babel.
Bahkan perkara kasus PLTU ini telah dipaparkan Kajati Babel saat bertemu Presiden Jokowi di istana Bogor belum lama ini.
Fenomena ini memfaktakan kepada kita bahwa kesiapan kita khususnya SDM dalam PLTN sangat belum layak. Japang yang merupakan negara dengan disiplin dan kemampuan SDMnya diatas rata-rata kita saja masih kecolongan.
Pada sisi lain, belum optimalnya daya akseptabilitas masyarakat dalam soal Nuklir, tentunya perlu diperhitungkan Pemerintah. Apalagi tapak nuklir Muria di Jepara pun hingga kini belum terlaksana dengan baik akibat banyaknya penolakan dari masyarakat.
Sementara itu Batan yang merupakan lembaga yang ditugasi pemerintah pusat dalam soal nuklir tampaknya belum siap dalam aksi dan hanya hebat dalam wacana dan diksi. Buktinya sosialisasi yang harusnya menjadi faktor utama stagnasi. Dan ini yang saya komentari di program acara Editorial Metro TV sabtu lalu soal perilaku sosialisasi Batan yang terkesan anget-anget tai ayam. Padahal sosialisasi adalah hal yang amat penting dan sungguh sangat kardinal sehingga masyarakat tahu dampak teraman dan terburuk dari nuklir.
Apalagi kita tahu daerah Bangka Belitung khususnya Bangka Selatan adalah daerah pesisir dan mengandung mineral bijih timah. Kenapa sumber daya ini tak termanfaatkan dan diekploitasi Batan sebagai sumber alternatif untuk listrik?
Kita perlu memberikan apresiasi kepada Presiden Jokowi yang menyatakan belum waktunya nuklir dijadikan sumber daya alternatif dalam mengatasi krisi listrik dinegeri ini. Masih banyak sumber daya lain yang dimiliki Indonesia. Air, angin dan uap masih tersedia dinegeri ini.
Jangan sampai hanya untuk mengatasi krisis listrik, kita malah mengorbankan masyarakat ramai. Dan jangan jadikan daerah Babel dan Bangka Selatan sebagai daerah kelinci percobaan untuk hasrat ekonomis segelintir orang. Untuk ini saya salut dengan  Presiden Jokowi. Sungguh keren narasi dan diksinya. (Rusmin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H