Pemidanaan yang dilakukan Bupati Gowa terhadap pegawai negeri sipil (PNS) yang mengkritiknya sebagai kepala Daerah sungguh aksi yang tak terpuji di era demokrasi. Perilaku ini seakan mematisurikan roh demokrasi di daerah. Padahal demokrasi tanpa kritik bukan hanya hambar, namun akan melahirkan pemimpin yang otoriter. Karena mengutip narasi Pak SBY kritik adalah gizi dan vitamin yang sangat bermanfaat untuk menyehat tubuh demokrasi.
Melihat fenomena pemidanaan ini selaku warga bangsa yang tinggal di Bangka Selatan dan amat kerap mengkritik kebijakan Bupati Bangka Selatan H. Jamro H. Jalil, saya merasa perilaku Bupati Gowa tidak harmoni dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah dengan korban yang tak sedikit.
Kebebasan berbicara adalah salah satu kemewahan yang dipunyai masyarakat pasca robohnya era Orde Baru dan dilindungi oleh konstitusi. Termasuk pemilihan para kepala Daerah secara langsung adalah kemewahaan politik yang dinikmati masyarakat.
Sebagai warga negara yang biasa mengkritik kebijakan Bupati Bangka Selatan, saya melihat fenomena ini sungguh aneh bin ajaib ketika seorang Pemimpin daerah yang dipilih rakyatnya justru memidanakan rakyat yang bersuara kritis. Sungguh suatu ironi.
Sikap kritis saya sebagai warga Bangka Selatan yang baru berumur 12 tahun justru membuat hubungan pribadi saya dengan Bupati Bangka Selatan dan Pemda berjalan baik. Tak ada intimidasi. Tak ada tekanan. Biasa saja. Karena itulah demokrasi. Berbeda pandangan dan sikap adalah sesuatu yang tak diharamkan.
Padahal dalam beberapa kesempatan kritik saya termasuk dalam bentuk tulisan diberbagai media massa lokal Bangka Belitung dan kompasiana terkategori keras dan amat vokal kata kawan-kawan saya. terutama dalam soal penempatan para birokrat dalam jabatan Kepala Dinas. Masa Bupati nemepatkan birokrat bergelar SH pada bidang tugas PU. Demikian juga penempatan guru di sejumlah Dinas yang saa anggap tak mematuhi dan kontradiksi dengan peraturan yang berlaku.
Kritik juga saya sampaikan via twitter, facebook bahkan lewat program Suara Anda MetroTV. Namun hingga kini hingga berakhirnya masa jabatan H. Jamro. H. Jalil pada 30 agustus mendatang, hubungan pribadi berjalan sangat baik. Waktu untuk ketemu tak ada halangan. SMS masih dibalas. Saling menghargai dan toleransi.
Tampaknya Bupati Gowa perlu belajar dan studi banding ke Bangka Selatan sehingga bisa melihat bagaimana suasana dan dinamika demokrasi yang dibangun oleh H. Jamro. H. Jalil sebagai Kepala Daerah sehingga dapat diterapkan di daerah Gowa.
Kedepan tampaknya pemidanaan yang dilakukan oleh Kepala Daerah seperti yang dilakukan Bupati Gowa perlu direvitalisasi oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negeri ini terutama dalam proses demokrasi yang bernama Pilkada sehingga aksi pemidanaan terhadap rakyat yang kritis tak ada lagi. Salam Junjung Besaoh (Rusmin).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H