Gubernur DKI Jakarta Basuki Purnama atau yang akrab dipanggil Ahok akhirnya meminta maaf soal banjir dan penanganannya oleh Pemprov DKI. Sikap Ahok tentunya patut diapresiasi sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat yang telah mengantarkan sebagai pemimpin Jakarta. Sebuah sikap yang layak diacungi jempol sebagai bentuk sikap rendah hati dari seorang pemimpin.
Pertanyaan kita sebagai rakyat adalah apakah Ahok masih berkeinginan menjadi pemimpin negara alias Presiden ketika menangani masalah banjir lokal disekitar Jakarta saja belum mampu dan sukses? Apalagi selama ini Ahok dikenal sebagai bangsawan pikiran bangsa yang bercita-cita ingin menjadi Presiden.
Pengalaman mengajarkan manusia dan pemimpin bahwa makin tinggi seseorang maka makin besar angin yang akan menerpanya. Semakin kita besar kekuasaannya maka semakin besar pula tantangan dan rintangan yang dihadapi.
Banjir bagi Jakarta dan sekitarnya bukanlah fenomena baru. Sudah sepantasnya mendapat penanganan yang super serius. Apalagi ditengah era moderen ini, tentunya peralatan moderen dan pemikiran para pemimpin dan birokrat yang semakin hebatnya mestinya mampu menyelesaikan persoalan banjir Jakarta.
Ada adagium yang sering kita lontarkan dan dengarkan sebagai joke dikalangan masyarakat. Masa sih ngurusi banjir saja tak bisa? Sementara orang-orang sudah pergi ke bulan dan planet.
Padahal banyak masyarakat berharap dari kepemimpinan Ahok mampu merubah Jakarta menjadi bermartabat dan memanusiawikan penghuninya. Apalagi jargon jakarta Baru yang dulu identik dengan Jokowi-Ahok saat masa Pilkada menjadi tumpuan harapan masyarakat soal penanganan banjir yang bukan hanya sekali ini.
Setidaknya dalam dua tahun sebagai pemimpin DKI baik saat masih sebagai Wagub, Ahok sudah paham dan mengerti bagaimana banjir di jakarta. Sungguh memang amat disayangkan pengalaman dua tahun ini tak dimanfaatkan dan dijadikan pengalaman dan pelajaran berharga bagi Ahok dan jajarannya dalam memberi solusi soal penanganan banjir ini sehingga aharapan masyarakat saat memilihnya saat Pilkada lalu bisa terjawab.
Adalah bukan apologi bermartabat ketika menjadikan alam, masyarakat dan variabel lain sebagai bagian dari usaha untuk mencari kambing hitam. Seorang pemimpin yang sejati tidak akan pernah mencari kambing hitam sebagai alasan untuk apologi dirinya. Seorang pemimpin sejati akan menyalahkan dirinya bila gagal mensejahterakan masyarakat.
Seorang pemimpin hakiki justru mencari solusi dengan kerja nyata dan memberi dampak positif bagi warga yang dipimpinnya sehingga warga, rakyat dan masyarakat mengenangnya sebagai pemimpin yang hebat karena memiliki warisan yang bisa dijadikan icon sepanjang masa.
Tampaknya penanganan masalah banjir adalah ujian bagi Ahok sebelum melangkah ke posisi tertinggi dinegeri ini dengan urusan ruang lingkup yang lebih besar dengan segudang permasalahan yang komprehensif yang dimulai dari Miangas hingga Pulau Rote.
Dan bagi masyarakat kerja keras Ahok dalam menangani banjir adalah ujian apakah Ahok memang layak tampil sebagai pemimpin masa depan Bangsa? Demikian pula dengan media di negeri ini. Sudah waktunya prestasi dijadikan sebagai panglima dalam mengorbitkan seseorang. Dan sudah waktunya pula rakyat cerdas dalam memilih pemimpin. Pertanyaan kita apakah sudah waktunya Ahok berkeinginan menjadi Presiden? Awas banjir datang. Salam Junjung Besaoh...(Rusmin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H