Ganti Mentri Ganti Kurikulum, Solusikah?
Oleh : Mimi Husni (Aktis Muslimah)
Pernyataan terkini dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, terkait kemungkinan transformasi kurikulum merdeka menjadi kurikulum deep learning semakin santer dibicarakan. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meninjau kembali kurikulum merdeka sekaligus mengarahkan pendidikan ke pendekatan yang lebih mendalam, dengan fokus pada partisipasi aktif siswa (melintas.id, 09/11/2024).
Diskusi mengenai hal ini mencuat setelah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, mengungkapkan rencana untuk mengimplementasikan kurikulum Deep Learning. Penerapan kurikulum ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman siswa melalui pendekatan yang tidak hanya menuntut pemahaman materi, tetapi juga penghayatan. Pendekatan ini mencakup mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. Mindful learning menekankan pentingnya menyadari bahwa setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda, meaningful learning bertujuan mendorong siswa untuk berpikir dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sementara joyful learning memprioritaskan rasa puas dan pemahaman yang mendalam (kompasiana.com, 10/11/2024)
Mu'ti membantah anggapan bahwa Deep Learning merupakan kurikulum pendidikan. Ia menjelaskan bahwa istilah Deep Learning atau pembelajaran mendalam sebenarnya merujuk pada pendekatan belajar yang bertujuan meningkatkan kapasitas siswa. Mu'ti juga menegaskan bahwa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah saat ini masih mengkaji kurikulum pendidikan yang akan diterapkan di Indonesia. Namun, ia memastikan bahwa Kemendikdasmen belum mengambil keputusan untuk mengganti Kurikulum Merdeka Belajar, yang sebelumnya diterapkan pada masa kepemimpinan Mendikbudristek Nadiem Makarim.Â
(kompas.com, 15/11/2024).
Seolah telah menjadi kebiasaan, pergantian Menteri kerap diikuti dengan perubahan kurikulum. Berulang kali kurikulum pendidikan nasional di negara ini mengalami pembaruan. Namun, kenyataannya, berbagai kurikulum tersebut masih belum berhasil mencetak manusia seutuhnya, yaitu generasi yang beriman, bertakwa, dan memiliki keterampilan sesuai dengan tujuan pendidikan. Konsep kurikulum Deep Learning, meskipun berupaya menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan dibandingkan sebelumnya, tetap dinilai belum mampu menghasilkan output yang sesuai dengan misi pendidikan Islam yang benar. Oleh karena itu, wajar jika diragukan bahwa kurikulum Deep Learning dapat memenuhi hak pendidikan secara utuh. Masalahnya bukan hanya terletak pada proses pembelajaran atau banyaknya institusi pendidikan yang mengadopsinya, melainkan pada paradigma, landasan, dan tujuan kurikulum itu sendiri.
Jika ditelaah lebih dalam, kurikulum tersebut tetap berasal dari paradigma yang serupa dengan kurikulum sebelumnya, yaitu sekularisme dan kapitalisme. Sekularisme adalah ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan, sementara kapitalisme berfokus pada segala sesuatu yang diukur berdasarkan nilai materi. Paradigma sekularisme kapitalisme inilah yang menyebabkan visi dan misi pendidikan yang diterapkan hanya diarahkan untuk memenuhi ambisi-ambisi materi. Terlebih lagi, sistem pendidikan berbasis sekularisme kapitalisme ini tidak terlepas dari pengaruh ideologi kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini. Akibatnya, sistem pendidikan bergerak seiring dengan tuntutan global, terutama kebutuhan dunia industri. Solusikah?
Tak mengherankan jika sistem pendidikan yang berjalan saat ini, apa pun bentuk kurikulumnya, tetap menghasilkan generasi yang siap memasuki dunia kerja, tetapi minim adab, serta cenderung berpikir dan berperilaku bebas atau liberal. Kecerdasan yang tidak disertai dengan keimanan hanya akan meningkatkan potensi generasi muda untuk terjerumus dalam berbagai bentuk kerusakan, kriminalitas, dan masalah sosial lainnya dalam masyarkat.
Oleh karena itu, berbagai kebaikan yang terlihat diberikan pemerintah dalam penerapan kurikulum deep learning sejatinya hanyalah harapan semu. Apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh rakyat bukanlah sekadar metode pembelajaran yang menyenangkan, melainkan lahirnya sumber daya manusia yang unggul, berkepribadian Islami, menguasai tsaqafah Islam, serta ilmu-ilmu kehidupan agar mampu mengelola negeri ini sesuai dengan aturan Allah. Inilah yang akan membawa kemajuan bagi bangsa ini. Semua itu hanya dapat terwujud melalui kurikulum yang berlandaskan akidah Islam. Jika kita mendalami lebih jauh, dapat ditemukan bahwa sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam telah memberikan panduan yang jelas terhadap visi dan misi pendidikan.
Islam memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikan memegang peran penting dalam menentukan masa depan generasi dan bangsa. Islam bertujuan menciptakan generasi yang berkualitas, beriman dan bertakwa, terampil, memiliki jiwa kepemimpinan, serta mampu menjadi pemecah masalah. Generasi dengan karakteristik seperti ini hanya dapat dihasilkan melalui sistem pendidikan yang kurikulumnya disusun berdasarkan akidah Islam. Sebagai pihak yang diberi amanah untuk melayani dan mengurus umat, negara memiliki tanggung jawab untuk menyusun kurikulum pendidikan Islam guna melahirkan generasi emas yang berkepribadian Islami, berkualitas, menjadi agen perubahan, memiliki ilmu yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat, dan mampu membangun peradaban yang luhur. Sabda Rasulullah SAW, "Seorang imam (pemimpin negara) adalah pengurus bagi rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya terhadap rakyatnya." (HR Bukhari dan Muslim).