Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mosaik yang Lahir dari Ar-Rahim dan Al-Kautsar

15 November 2020   11:32 Diperbarui: 15 November 2020   11:41 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesiur angin menyusup ketiak pepohonan yang dirimbuni kenangan. Jendela setengah terbuka dari rumah yang hanya dihuni masa silam, berkeriut balam. Menyiratkan aroma hujan. Menyuratkan pasal-pasal cuaca. Ketika rupa-rupa ingatan terhenyak sesempurna panorama senja.

Cahaya matahari jatuh di permukaan sungai yang beriak. Meneriakkan semboyan bertubi-tubi. Tentang secawan kopi, secarik mimpi, dan sisa-sisa keinginan harakiri. Terhadap sinapsis otak. Dari sinopsis sajak yang berombak.

Pokok-pokok kenanga menumbuhkan aroma kerinduan yang cuma bisa didapatkan dari riuh rendah rasa lelah. Ditiup lereng pegunungan dari kota-kota yang tertidur di peraduan mewah. Sementara desa-desa terbangun di tengah-tengah rasa gagap yang gundah.

Ini semua berasal dari lembah yang dibangun dalam mosaik antah berantah. Di suatu tempat nun jauh dari rahim fajar. Namun sangat dekat dengan Ar-Rahim dan Al-Kautsar.

Bogor, 15 Nopember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun