Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kidung

10 November 2020   06:59 Diperbarui: 10 November 2020   07:01 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah kidung menembus relung jiwa yang terperangkap di halaman buku. Buku yang disusun dari bab-bab kegelapan, keraguan, dan kematian.

Syair-syairnya membuatku terpekur menyusuri musim gugur. Ketika daun-daun bersicepat runtuh, dan kekuatan hati perlahan-lahan luruh.

Kidung ini dituliskan saat kalabendu belum menjadi masa lalu. Kidung ini dibuat dengan penuh khidmat agar kita bisa tidur lelap dan tak lagi menatap langit dengan gagap. Kidung ini terlarut dalam partikel udara yang mampat dan membuatnya terurai seolah badai menuju usai.

Lantas aku ikut terurai. Memanjat kerumitan demi kerumitan yang telah lama kehilangan percakapan. Menjadi angin dingin di musim dingin. Menjadi aroma rerumputan di musim penghujan.  

Bogor, 10 Nopember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun