Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seorang Lelaki

20 Agustus 2020   18:36 Diperbarui: 20 Agustus 2020   18:36 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Mungkin saja benar. Kabar-kabar yang disitir dari ujaran-ujaran pandir. Bahwa menjadi lelaki itu tak boleh pendiam. Gampang dirobek-robek lebam. Mudah dikoyak-koyak masa silam.

Lebih baik sedikit berbahaya. Lalu menjadi elang yang menyambar-nyambar dari udara. Mengincar lamunan yang mencoba bersembunyi di relung-relung hati. Sampai akhirnya sanggup mengusir sekawanan sepi.

Seorang lelaki. Tumbuh bukan sebagai kembang melati. Dia adalah belati. Diasah oleh tumpulnya hidup. Ditajamkan oleh banyaknya berita-berita buruk.

Seorang lelaki. Adalah sinonim dari matahari. Memadamkan pagi dan menyalakan senja. Dengan cara tidak sekedarnya. Karena seorang lelaki, adalah sekaligus api.

Lelaki adalah tungku. Dibangun sekeping demi sekeping masa lalu. Terkadang mesti membatu. Tak jarang diiris sembilu. Lalu menjelma dalam sosok rumpun bambu. Menjadi seruling Nabi Sulaiman. Memainkan segala jenis musik kerinduan.

Lelaki adalah musim hujan. Menjatuhi segenap kericuhan. Kemudian berdamai dengan bunga-bunga padi. Hingga ceruk nafasnya berhenti.

Bogor, 20 Agustus 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun