Aku ingin melihatmu tersenyum. Saat kau mementaskan upacara bersama rintik hujan, lalu berhasil memusarakan kesepian. Di tengah-tengah hatimu yang bergemuruh, disertai helai melati terakhir yang luruh. Pada musim yang baik-baik saja. Namun dengan iklim yang terus menerus terluka.
Kau duduk di beranda. Menikmati secangkir pagi yang jatuh di sela-sela pokok Cempaka. Bersama bait-bait puisi yang menari-narikan kerinduan. Di kolom hujan yang berkolam kenangan.
Suapan pertama cahaya yang menyusup ke balik kisi-kisi jendela. Meredupkan lampu baca. Semalaman kau gelar dalam rangka menghangatkan mata. Ketika kau sulit sekali terlelap. Karena harus berulangkali menidurkan senyap.
Pada punggung pagi yang berlalu dengan cepat dari hadapanmu, kau menitipkan secarik mimpi. Sampaikan kepada senja nanti. Sebagai tanda mata paling harum. Dari seseorang yang mencoba untuk terus tersenyum.
Bogor, 20 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H