Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Senyuman Paling Hujan dari Cuaca yang Berkelindan

20 Agustus 2020   07:33 Diperbarui: 20 Agustus 2020   07:24 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Aku ingin melihatmu tersenyum. Saat kau mementaskan upacara bersama rintik hujan, lalu berhasil memusarakan kesepian. Di tengah-tengah hatimu yang bergemuruh, disertai helai melati terakhir yang luruh. Pada musim yang baik-baik saja. Namun dengan iklim yang terus menerus terluka.

Kau duduk di beranda. Menikmati secangkir pagi yang jatuh di sela-sela pokok Cempaka. Bersama bait-bait puisi yang menari-narikan kerinduan. Di kolom hujan yang berkolam kenangan.

Suapan pertama cahaya yang menyusup ke balik kisi-kisi jendela. Meredupkan lampu baca. Semalaman kau gelar dalam rangka menghangatkan mata. Ketika kau sulit sekali terlelap. Karena harus berulangkali menidurkan senyap.

Pada punggung pagi yang berlalu dengan cepat dari hadapanmu, kau menitipkan secarik mimpi. Sampaikan kepada senja nanti. Sebagai tanda mata paling harum. Dari seseorang yang mencoba untuk terus tersenyum.

Bogor, 20 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun