Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mengeja Dunia

10 Agustus 2020   19:11 Diperbarui: 10 Agustus 2020   19:24 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kau begitu kesepian, seolah dibekap erat oleh sayap-sayap kegembiraan yang baru saja dikuburkan. Kau lalu menjadi bunga kamboja. Berhamburan dipangku tanah-tanah yang mungkin baru saja berduka.

Kau merasa terik matahari memilih hatimu untuk dipanggang habis-habisan. Ini tidak adil, pikirmu dengan penuh kemasgulan. Semestinya hangus tidak hanya membakar jiwa yang kurus. Tapi juga menjadi dua pertiga bagian dari duri kaktus. Saat gurun pasir melautkan kekeringan panjang. Ketika sunyinya lautan menggurunkan tatapan para nelayan.

Bagimu, cuaca sama sekali tidak berlampu. Datang seperti pertemuan yang tak disangka, dan pergi selayaknya perpisahan yang tak diduga.

Bagimu lagi, sepi yang bukan merupakan pilihan, ternyata malah menjadi tujuan. Sementara sedikit keramaian yang kau temukan, nyaris semua telah kehilangan percakapan.

Kau lalu terbata-bata mengeja dunia. Melalui almanak yang lupa kau robek lembarannya. Padahal sekian saka telah berlalu. Berikut semua perjamuan yang dihidangkan masa lalu.

Bogor, 10 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun