Di tengah pusaran ingin, aku mendapati diriku terhanyut di mata badai. Menyusuri bibir pantai yang landai, sekaligus lekuk ngarai yang membusai. Dikelilingi dinding-dinding angin yang bergemuruh. Membawa serta pelataran langit yang seolah hendak runtuh.
Tapi aku adalah seorang penyintas. Lelaki yang selalu melintasi tapal batas. Antara kegilaan dan kewarasan. Antara kekacauan dan kedamaian. Antara kericuhan dan kerinduan.
Aku melakukan perjalanan akbar, di tengah matahari yang membakar, dan api yang berkobar. Aku menjadi pertapa, ketika gerimis mengalunkan seriosa, dan hujan deras memainkan musik klasik tentang luka.
Dan di sinilah aku. Berdiri di antara kerumunan rumpun bambu dan kilas balik masa lalu. Membatu. Tapi sama sekali tidaklah gagu.
Karena aku, telah memutuskan menjadi sembilu.
Bogor, 5 Agustus 2020