Kita menemukan sejumput pagi yang tersembunyi di ketiak daun-daun melati. Mengayun lembut cahaya yang tiba. Dengan tatapan semesra Mersawa kepada hutan-hutannya.
Kita menuliskan secarik mimpi yang terselip di penghujung dinihari. Menyambut kedatangan nanti. Ketika senja kembali mempersiapkan malamnya.
Kita selalu berdendang tentang kegembiraan yang berlimpah ruah pada rinai hujan. Menghamburkan aroma tak biasa dari petrikor yang saling berdansa. Diiringi musik klasik yang dimainkan oleh ujung atap dan jalan aspal. Saat instrumen kebahagiaan mengaransemen sendiri perjalanan kisahnya.
.
Kita membaca sajak-sajak yang sempat ditenggelamkan angin barat. Mengurai bait demi bait. Manakala cinta mengaku dengan sebaik-baiknya cara.
Secangkir teh di beranda. Tak sanggup menyudahi lamunan. Tentang kapal para pesiar yang berziarah di lautan. Kemudian, menjenazahkan segenap sisa-sisa kepedihan.
Bogor, 2 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H