Aku berusaha mencarimu lagi, di antara lipatan huruf-huruf yang dulu kau sembunyikan di kaki langit yang sepi.
Aku berdiri di sisi pantai yang landai dengan banyak bekas lintasan badai. Sedangkan kau berdiam di pinggir kepundan sebuah gugusan kaldera yang banyak ditumbuhi anggrek bulan. Kita berada di koordinat yang berjauhan. Tapi aku merasa kita ditakdirkan bukan sebagai kutub utara dan kutub selatan.
Aku mencoba menabur sepotong kegelapan di tengah kerumunan cahaya. Sedangkan kau menganyam sinar lampu untuk menghangatkan sedikit rindu. Kita berbincang-bincang sepanjang malam. Dengan laring suara yang kehabisan percakapan.
Aku tidak sedang menelusuri jejak sejarah yang sunyi. Karena aku kini lebih menyukai menggambari mimpi. Sedangkan kau sudah berada di sana. Dengan langkah-langkah setegas para pemburu senja. Ketika menyaksikan terbenamnya matahari, sebagai puncak keinginan tertinggi.
Aku, menuliskan kata pengantar pada buku. Sedangkan kau, adalah bab-bab yang menerjemahkan apa itu masa lalu. Kita menjadi halaman yang telah usai dibaca. Dalam bentuk bait-bait sederhana yang dipenuhi klausa cinta.
Bogor, 11 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H