Milan, 45 28 1 N, 9 11 24 E
Park Hyatt Hotel Milano
"Tapi kami ingin terus menemanimu. Kau lihat tadi seandainya kami tidak ada, bukankah kau akan menemui kesulitan untuk lepas dari para pembunuh bayaran yang semakin banyak dan semakin pula berbahaya?" Akiko menatap mata Andalas penuh permohonan. Andalas memalingkan muka. Melihat ke arah Cecilia untuk meminta bantuan.
Dokter dari Inggris itu memeluk bahu Akiko dari belakang. Mereka berdua sangat dekat dan sudah seperti adik kakak. Cecilia berbisik.
"Apakah kau akan membiarkanku dalam bahaya bersama perempuan yang menarik perhatian Andalas itu? Sementara kau bersenang-senang pergi ke Amerika bersama orang yang kau cintai? Di mana letak Bushidomu wahai putri Yakuza?"
Akiko mendengus pelan kepada Cecilia sembari balas memeluknya.
"Aku akan menemani dan mengawalmu ke Gobi. Tapi kau tidak boleh memisahkan kami saat aku ingin menggampar pipinya yang halus. Bagaimana?" Akiko memiringkan muka dan tersenyum manis memandang Cecilia.
Cecilia tertawa tergelak sampai harus menutup mulutnya. Untunglah Lian Xi tidak mendengar bisikan Akiko. Kalau tidak, bisa-bisa sekarang dia dan Andalas akan disuguhi pertandingan silat klasik antara ahli samurai dan jago kungfu.
Tanpa terasa Bernina Express telah sampai di stasiun sentral Milano. Keempat orang itu turun dengan lewat gerbong paling ujung. Hal ini sengaja dilakukan untuk mempersempit kemungkinan dijebak oleh gerombolan Helda yang bisa saja telah menunggu di stasiun ini.
Andalas menyewa kendaraan dari stasiun menuju pusat kota Milan. Dia sengaja memilih sebuah hotel tidak jauh dari Bankitalia untuk memudahkan aktifitasnya besok pagi. Hari sudah petang ketika mereka memasuki Hotel Park Hyatt Milan. Kembali Andalas memesan kamar presidential suite demi alasan keamanan. Dokter Adli Aslan membekalinya dengan uang Euro yang sangat banyak. Dia sudah membagi-baginya ke tas bawaan Akiko, Cecilia, dan Lian Xi untuk mempermudah membawanya.
Kali ini Andalas tidak menolak ketika Akiko memintanya tinggal di suite yang sama. Andalas bisa tidur di sofa besar yang ada di ruang tengah. Sementara 3 kamar lainnya ditempati oleh Akiko, Lian Xi dan Cecilia. Tubuhnya terlalu lelah setelah bermain kejar-kejaran dengan Helda dan komplotannya.
Malam berlalu dengan cepat. Pagi menjelang di negeri pizza. Andalas sudah terbangun semenjak sebelum subuh. Melakukan aktifitas dengan menghubungi Si Konsultan melalui X-One. Menanyakan kepastian status Helda dan Isamu. Apakah keduanya memang disewa Organisasi dan siapa lagi kira-kira yang disewa untuk memburu mereka.
Si Konsultan menjawab bahwa banyak sekali order Sang Eksekutor. Helda dan Isamu adalah gelombang pertama. Order yang masuk sebenarnya bukan memburu atau membunuh mereka, tapi menangkap dan mengorek keterangan keberadaan Fasilitas Gobi kepada Lian Xi.
Jadi siapa lagi selain Pembunuh dari Baltik dan Hitoshi Nakamura?
Zov Tigra dan Abdelahi.
Andalas mengusap dahinya yang tidak berpeluh. Zov Tigra atau Auman Harimau adalah seorang pembunuh veteran dari Rusia. Abdelahi pasti akan banyak mengandalkan orang banyak yang merupakan anggota Maala'ig Mogadishu.
Gila! Andalas menggeleng-gelengkan kepala. Apakah dia harus merubah rencana dengan terus mengawal mereka ke Gobi?
Atau mereka tetap bersama-sama menyelesaikan teka-teki dari Dokter Adli Aslan hingga ujungnya di Jenewa lalu pergi ke Gobi berempat?
Suara langkah kaki membuat Andalas mengangkat kepala. Akiko berdiri di sampingnya sambil menyodorkan segelas kopi yang masih mengepul panas. Andalas mengangguk penuh terimakasih. Saat ini memang yang paling dibutuhkannya adalah segelas kopi panas.
Cecilia juga sudah terbangun dan menyusul ke ruang tengah. Secangkir besar coklat panas ada di tangannya. Dokter dari Inggris ini nampak jauh lebih kurus dibanding saat dulu ketika di camp logging di pedalaman Congo Basin. Petualangan saat pandemi belum terjadi dan usaha mati-matian mencegahnya yang berujung kegagalan banyak sekali menyerap energinya.
Cecilia menghidupkan televisi.
Sebuah running text di bawah acara kartun anak-anak membuatnya menutupi muka. Akiko ikut menghela nafas panjang. Luar biasa sekali penyebaran pandemi ini.
Fatality Rate Mollivirus sibericum yang sekarang disebut dengan istilah Virus Es sampai hari ini adalah sebesar 80% dari 300 juta yang terindikasi terinfeksi.
Fatality Rate Bacillus antracis yang sekarang disebut dengan istilah Bakteri Tropis sampai hari ini adalah sebesar 90% dari 400 juta yang terindikasi terinfeksi.
Para ahli memastikan bahwa masa inkubasi Virus Es adalah 21 hari. Sedangkan Bakteri Tropis diperkirakan 30 hari.
Belum ditemukan serum atau anti virus maupun vaksin yang bisa menyembuhkan serangan pandemi dari 2 sisi ini.
Ditemukan kasus Bakteri Tropis di Eropa akhir-akhir ini. Peristiwa di sebuah rest area antara Lyon-Perbatasan Swiss yang mengakibatkan puluhan orang terluka dan belasan orang tewas dipastikan disebabkan oleh infeksi Bakteri Tropis yang telah memasuki masa inkubasinya.
Deretan running text itu membuat Cecilia, Akiko, dan Andalas saling berpandangan dan merasakan hal yang sama bahwa tugas mereka harus cepat diselesaikan.
Â
Tapi dua running text terakhirlah yang membuat ketiga orang itu terhenyak kaget.
Interpol sedang memburu 3 orang berinitial AA, AN, CG sebagai orang-orang yang didakwa mengakibatkan Virus Es dan Bakteri Tropis menyebar ke seluruh belahan dunia. Disinyalir ketiga buronan internasional itu bersembunyi di sebuah tempat rahasia di wilayah utara China dengan bantuan seorang dosen Universitas Moscow yang juga diduga sebagai Agen MSS.
Pemerintah China menolak dengan tegas bahwa salah satu agennya ikut terlibat dengan 3 buronan Interpol dan menyatakan akan membantu sepenuhnya Interpol untuk memberikan informasi jika memang benar mereka berada di wilayah teritorial negara China.
"Pemerintahku pasti menolak telah terlibat dalam urusan ini. Aku sendirian sekarang." Suara lemah Lian Xi memecah keheningan dengan tiba-tiba.
Cecilia menghampiri Lian Xi dan memegang tangannya.
"Kamu tidak sendirian. Ada aku, Andalas, dan Akiko." Lian Xi tersenyum kepada Cecilia. Dokter ini tulus. Tidak seperti.....matanya bersirobok dengan Akiko yang menatapnya sinis.
Andalas ikut menatap Lian Xi.
"Jadi bagaimana nasib Fasilitas Gobi, Lian Xi?"
Lian Xi duduk di sofa dan mengambil gelas kopi Andalas. Menyeruputnya sedikit lalu menghabiskannya. Akiko mendelik.
"Aku tidak terlalu khawatir dengan Fasilitas Gobi. Pemerintah China hanya mengenal itu sebagai pusat penelitian pribadi dari orang terkaya nomor 2 di China. Mereka tidak akan mengusiknya."
"Siapa?" Andalas mendesak.
"Seorang pejabat tinggi politbiro yang merupakan pengusaha dan tidak berada di dalam pemerintahan."
"Siapa?" Kali ini Cecilia mendesak. Ini penting.
"Kakak beradik bermarga Huang yang selama ini dikenal sebagai salah satu Philantropis besar dunia."
Cecilia, Akiko, dan Andalas saling pandang untuk kesekian kalinya pagi ini. Muncul lagi tokoh baru yang selama ini tidak ada dalam radar mereka.
Entah di mana posisi kakak beradik Huang dalam kekacauan ini.
Bogor, 12 Mei 2020
*-*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H