Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seperti Matahari dan Hujan

1 Juni 2020   21:34 Diperbarui: 1 Juni 2020   21:23 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam diam, keheningan membaca dirinya sendiri
mengeja sepi dan menuntun sunyi
ke sebuah tempat yang disebut wilayah kehilangan
dari berbagai macam percakapan
atas nama satu jenis kerinduan

Dalam gaduh, udara berjatuhan
luruh dalam perbincangan
orang-orang yang membicarakan cuaca
saling memutuskan untuk memilih pancaroba
sebagai lawan bicara

Karena perubahan seringkali
diperlukan untuk menciptakan ruang
bagi menyalanya percikan api
pada kedinginan yang paling mencekam

Seperti kedatangan matahari
dari tempat yang sama setiap hari
namun selalu memberikan kehangatan berbeda
bagi pagi, siang, malam, dan siapa saja

Seperti tibanya hujan
dari sudut langit yang berbeda ketinggian
tapi selalu menyediakan seteguk rasa sejuk
bagi kerongkongan yang tersayat oleh berita-berita buruk

Bogor, 1 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun