Cecilia bengong menatap raut muka yang merah menyala itu. Lalu menggeleng-gelengkan kepala begitu melihat Akiko berlari ke bawah sambil mengusap tetesan airmata yang tanpa bisa dicegah lagi menganak sungai di pipinya.
Kapten Hikaru, Kapten Shinji dan Mualim Yoshido, sama-sama menghela nafas panjang. Mereka hanya sedikit heran dokter muda yang tangguh dan keras hati itu ternyata juga bisa menangis.
Cecilia memecah kebuntuan suasana dengan berkata.
"Kapten Shinji, Mualim Yoshido, setelah Akiko reda, sebaiknya kita segera berangkat ke Jenewa. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, kalian berdua adalah saksi kunci agar Direktur Jenderal WHO yang sedang berjuang keras bersama kita tetap pada posisinya."
Cecilia melirik ke bawah tangga. Akiko belum nampak kembali.
"Apabila sampai Direktur Jenderal WHO ini berhasil dilengserkan dari posisinya, kita akan menemui kesulitan besar dalam perjuangan mitigasi bencana global ini."
Suara langkah kaki di tangga. Cecilia melihat Akiko melangkahi satu demi satu anak tangga dengan lemas.
"Kita harus mencari tahu siapa dalang penyerbuan di laut Arctic. Tidak mungkin kapal perusak tidak punya identitas. Lagipula para penyerang terlihat sangat terlatih. Kalau tidak ada Andalas, mungkin Hantaa 05 sudah berhasil dibajak oleh mereka."Akiko menukas dengan tegas. Wajahnya masih terlihat sembab.
"Oke Akiko. Kita cari tahu lewat jaringan Dokter Adli. Paling penting saat ini kita segera mengamankan posisi Dokter Adli di WHO dengan membawa Kapten Shinji dan Mualim Yoshido ke Jenewa."
"Lalu bagaimana dengan Fabumi? Cukup rumit untuk menemukan keberadaannya. Kita benar-benar memerlukan Andalas. Uuhh!"Akiko kembali berkaca-kaca matanya.
Cecilia meremas bahu Akiko untuk menguatkan. Wanita itu nampak benar-benar terpukul dan tidak bisa move on dengan cepat. Suara notifikasi X-One membuat perhatian Cecilia beralih. Dari Dokter Adli Aslan.