Congo Basin, 0.600 S, 17.770 E
Bekas Camp Golden Logging Timber Company
Cecilia menangkupkan kedua tangan di dadanya. Lalu dengan lancar berbicara dalam bahasa Pygmi.
”Kami tidak bermaksud mengganggu wilayah anda tuan-tuan. Kami hanya ingin kembali ke camp kami dan memeriksa apakah masih ada yang selamat dari kejadian mengerikan tempo hari.”
Salah satu orang Pygmi yang mungkin adalah tetuanya maju ke depan. Menangkupkan kedua tangan di dada juga dan menjawab.
”Aku mengenalmu. Kau adalah dokter yang sering berbuat kebaikan dengan mengobati orang. Aku percaya kepadamu tapi tidak dengan orang yang membunuh Leopard ini.”Tetua itu memandang marah kepada Andalas yang sudah menurunkan senjatanya.
”Dia berbuat itu karena ingin menyelamatkan kami tetua. Sepertinya Leopard itu dalam keadaan lapar dan hendak memangsa kami. Laki-laki itu berjuang untuk menyelamatkan kami.”
Tetua Pygmi mengangguk-angguk.
”Kalau begitu aku memaafkan pembunuhan yang dilakukannya. Itu hukum alam. Namun sesungguhnya Leopard ini sedang bersedih. Dia kehilangan anaknya yang baru berusia beberapa hari. Belum lama ini para pemburu menangkap anaknya dan dibawa ke kota untuk dijual.”
Cecilia menunjukkan perlu berpura-pura menunjukkan mimik bersedih. Karena dia memang benar-benar sedih.
”Saya ingin bertanya apakah camp perusahaan kayu di bawah sana masih ada Tetua?”
Tetua itu menggeleng-gelengkan kepala. Terlihat sedikit geram.
”Semua sudah habis kami bakar. Termasuk mayat-mayat yang bertumpuk di sana. Jika tidak dibakar bisa menimbulkan penyakit berbahaya karena mayat-mayat itu mati secara berbahaya. Kami sebenarnya sudah memperingatkan mereka.”Kembali tetua itu menggeleng-gelengkan kepala. Kali ini dengan sedih.
Cecilia terus berbincang untuk memastikan tidak ada lagi orang yang tersisa di cap tersebut. Sang Tetua berani menjamin tidak ada seorangpun yang masih hidup ada di sana. Camp itu sudah rata dengan tanah. Termasuk alat berat pun sudah dibakar semua. Untuk menghindari penyakit bagi suku Pygmi. Begitu penjelasa lebih lanjut Sang Tetua.
Di akhir perbincangan, Tetua Pygmi minta supaya mereka kembali ke kota dan melupakan hutan ini.
”Bahkan binatang seperkasa Leopard pun juga bisa dijangkiti rahasia hutan yang berbahaya.”Begitu Tetua Pygmi mengakhiri percakapan dan mengajak semua rombongannya pergi.
Cecilia termenung sejenak mendengar perkataan terakhir Tetua Pygmi. Sebuah pikiran horror lantas membuatnya tersadar. Dia lalu melambai ke arah Akiko agar mendatanginya sambil membawa patogen detector.
2 orang dokter itu mengelilingi mayat Leopard untuk melakukan scanning. Terdengar bunyi alarm beberapa kali. Layar monitor detektor seketika menunjukkan titik berwarna merah. Pada bagian bawah detektor tertulis; Basillus antracis.
Ya Tuhan! Ternyata bakteri menular yang membuat orang-orang kesetanan di camp adalah bakteri antrax yang mengerikan itu. Apalagi ini adalah bakteri yang masih berada dalam genom aslinya. Wajah kedua dokter wanita itu memucat dengan sendirinya. Titik nol Afrika ini tidak kalah berbahaya dengan titik nol Arctic! Dan sebuah bukti langsung tersaji di hadapan mereka bahwa binatang juga bisa dijangkiti oleh bakteri mematikan tersebut.
Cecilia dan Akiko menuang gasolin ke sekujur tubuh leopard lalu membakarnya. Ini cara paling aman agar mayat Leopard itu tidak menjangkiti binatang lainnya di hutan ini.
Kedua orang dokter itu memandang sedih saat api melahap habis tubuh Leopard. Bagaimanapun binatang buas hanya membunuh karena kebutuhan akan rasa lapar. Bukan membunuh atas nama ketamakan seperti manusia. Kasihan. Leopard ini juga baru saja kehilangan anaknya.
Anak Leopard! Wajah Cecilia yang sangat pucat membuat Akiko menghampiri dan bertanya ada apa. Barulah Cecilia bercerita apa yang telah diperbincangkan olehnya dengan Tetua suku Pygmi tadi. Termasuk bahwa anak Leopard yang terjangkiti bakteri Antrax ini dibawa pemburu ke kota untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai binatang peliharaan.
Sekarang wajah Akiko yang memucat. Besar kemungkinan bayi Leopard itu juga terjangkiti sejak masih dalam kandungan ibunya!
Andalas hanya bisa melihat dan menjaga dengan mata waspada. Setelah dirasa yakin tubuh Leopard itu habis dimakan api, Andalas memberi tanda agar mereka segera pergi dari tempat ini.
Dia tadi sengaja pergi seorang diri untuk mengamati camp yang diceritakan Cecilia. Cerita orang Pygmi itu benar. Camp sudah habis rata dengan tanah. Tidak ada satupun manusia dan bangunan yang tersisa. Kalaupun ada yang tersisa, itu hanyalah rangka-rangka gosong dari puluhan alat berat yang juga habis dibakar.
Speedboat Anakonda kembali membelah Sungai Zaire dengan kecepatan tinggi. Andalas tidak mau mereka kemalaman di jalan. Menginap di sungai seberbahaya Sungai Zaire sama sekali tidak direkomendasikan. Apabila tidak ada halangan, menjelang sore mereka akan tiba di Pointe Noire.
Cecilia sudah meminta Andalas untuk menemani mereka besok menyelidiki kemana dan kepada siapa bayi Leopard itu dijual. Bayi Leopard itulah yang justru berpotensi tinggi menyebabkan pandemi di kota secara besar-besaran.
Andalas tentu saja mengiyakan. Sudah menjadi tugasnya mengawal mereka sesuai perintah Adli Aslan. Ayah angkatnya yang telah menyelamatkan dia dulu di hutan Sumatera saat terjadi wabah Malaria.
Bogor, 15 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H