Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Gelar Perkara

19 April 2020   18:23 Diperbarui: 19 April 2020   18:20 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini saatnya menggelar beberapa perkara.

Malam mulai membuta, yang berarti ada perkara cahaya.
Suara-suara menguar namun kehabisan percakapan, itu artinya terdapat perkara lidah kelu yang memutuskan gagu.
Langit yang mudah padam membiaskan perkara tentang rembulan yang hatinya meruam karena kerinduan atau dendam.
Dan orang-orang yang tenggelam dalam diam tentu saja selalu memperkarakan hilangnya keramaian.

Cahaya adalah relikui kegelapan. Keduanya ada bila salah satunya tiada. Begitu seterusnya. Hingga lalu sebuah perkara mengatakan, cahaya adalah kehidupan dan kegelapan adalah kematian. Padahal bisa saja sebaliknya. Orang bisa mati terbakar matahari. Atau orang dapat hidup di ruang kelam yang paling sepi.

Pada saat percakapan dihabiskan untuk memulai berbantahan, maka perkara yang timbul kemudian adalah lericuhan. Seperti orang-orang yang menciptakan lintasan riak angin di linimasa. Lupa bahwa angin adalah anak-anak badai yang mudah saja mengadu kepada ibundanya.

Rembulan adalah artefak cahaya yang tidak memiliki cahaya. Baginya langit adalah panggung persembahan. Bagi matahari yang berjalan kemalaman.

Dan orang-orang memang sengaja menenggelamkan diri dalam ramai agar bisa menemui sunyi. Sebuah tempat untuk kembali menggali sisa-sisa bebunyian hati. Setelah begitu lama menghabiskan waktu mendiamkan pertengkaran. Antara tingginya puncak keinginan dengan dalamnya ngarai kegagalan.

Bogor, 19 April 2020

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun