Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Serum - Bab 8

15 April 2020   07:05 Diperbarui: 15 April 2020   07:09 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sefu!"jawabnya tegas.

Dokter Cecilia tertegun. Berarti tadi adalah gejala infeksi. Tapi kenapa sekarang kelihatannya Fabumi baik-baik saja. Apakah ini penyimpangan gejala?

"Kamu benar baik-baik saja Fabumi?" Dokter Cecilia mencoba memastikan dengan menyorotkan flash light dari gawainya ke mata Fabumi. Normal. Mukanya tidak pucat. Dan mulutnya tidak berbusa sedikitpun. Fabumi benar-benar baik-baik saja.

Fabumi tersenyum. Kali ini cukup lebar dan sama sekali tidak samar.

"Aku baik-baik saja Dokter. Tadi aku sempat kesakitan hebat. Tubuhku menggigil, mataku berkunang-kunang, dan kerongkonganku terasa sangat kering. Aku sempat tertidur dan merasa ajalku sudah dekat. Tapi setelah itu aku membaik begitu saja dan melihatmu kepayahan mendayung perahu."

Dokter Cecilia mendekatkan sinar gawainya pada lengan Fabumi yang terluka. Tidak ada yang aneh. Terlihat seperti luka biasa.

Serasa ada sebuah kilatan cahaya memasuki pikiran Dokter Cecilia. Tapi dia mencoba meredamnya dengan memastikan lagi sebuah pertanyaan.

"Sefu, kalian, apa yang dilakukan Sefu terhadapmu Fabumi?"

"Kami bergumul saat dia mencoba menyerangku. Aku mempertahankan diri dengan mendorong tubuhnya tapi Sefu sempat mencakar lenganku. Begitu kejadiannya Dokter."

Dokter Cecilia menghela nafas panjang. Lega. Fabumi adalah penyintas. Sudah jelas. Lelaki Swahili ini akan menjadi kunci jika sampai terjadi wabah bakteri unknown itu.

Di kantor WHO Jenewa, Marc meraih telepon mejanya dan menghubungi seseorang yang sedari tadi terlintas dalam pikirannya setelah mengikuti semua kejadian di gawainya yang terhubung sedari tadi dengan gawai Cecilia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun