Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Cerita tentang Manisnya Hujan

4 April 2020   18:07 Diperbarui: 4 April 2020   18:15 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya kepada hujan aku sanggup bercerita tentang lusinan kata-kata yang kembali ke rahim senja. Enggan dilahirkan sebagai esai, sajak maupun puisi. Karena dipergunakan terus menerus sebagai diksi yang beronak duri. Berkisah tak habis-habis tentang ketakutan, kecemasan, hingga tanah-tanah yang menolak jasad-jasad dimakamkan.

Lalu hujan menerima segala keluh kesah dengan membanjirkan rintik yang berdetik seperti jarum jam. Ritmis dan mencekam. Seolah membagi lantunan doa agar dibaca bersama-sama. Tepat ketika langit yang muram begitu tegas mencegah hadirnya sandyakala.

Aku tenggelam dalam berita-berita yang keganasannya mengalahkan taifun paling berbahaya. Aliran darahku bergolak semacam muka kawah candradimuka. Mendidih. Meninggalkan sayatan luka perih. Di dinding hati yang kehabisan maklum. Saat orang-orang pintar negeri ini berubah menjadi ahli nujum.

Bagiku, yang kehilangan kata-kata di tengah ketidakhadiran sandyakala, selain Tuhan, hujan adalah tempatku melansir pertanyaan demi pertanyaan. Dan aku tidak butuh jawaban. Karena setiap kali muncul jawaban, para petinggi negeri ini menjadikannya bahan pertengkaran.

Aku sama sekali tidak butuh mendengar itu semua. Cukuplah aku kehilangan kata-kata saja. Tanpa harus makan malam berita-berita yang mengatakan tentang lebar kain kafan, lubang galian makam, dan kepedihan yang terus saja diperdagangkan.

Hentikan! Lebih baik dengarkan saja cerita tentang manisnya hujan!

Bogor, 4 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun