Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jarak dan Waktu

3 April 2020   20:16 Diperbarui: 3 April 2020   20:13 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Kita sedang berbicara tentang jarak. Mungkin sedekat apa anggrek bulan dengan serpihan cahaya rembulan. Atau barangkali sejauh apa antara langkah tak berdaya dengan hati yang terlunta-lunta.

Kita membicarakan semuanya tidak dengan mata berkaca-kaca. Karena airmata yang tersisa, telah disumbangkan bagi mereka yang kehilangan cinta. Di sudut manapun yang terlihat. Ketika para malaikat sibuk mempersiapkan liang lahat.

Setelah berbicara panjang lebar tentang peradaban yang sedang mempermainkan kurva kematian. Kita bersama duduk bersedeku menghadapi malam. Di antara beberapa rahasianya yang paling gelap, adakah yang masih bergerak dalam senyap.

Kerumunan demi kerumunan tersibak dengan sendirinya. Mencari jejak sunyi yang dulu bukan bagian dari saling sapa. Orang-orang kembali ke zaman ketika hutan dan gua-gua adalah wilayah kesepian yang paling menjanjikan. Untuk membersihkan diri. Sekaligus merenungi setiap jejak-jejak perjalanan hati.

Kita bersekutu dengan jarak dan waktu. Demi menguak labirin onak dan sembilu. Dan pada akhirnya kita pasti akan menemukan pintu keluar. Menuju cahaya matahari yang tak lagi membakar.

Bogor, 3 April 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun