Atas nama banyak perihal. Rasanya kita ingin membenamkan kepala di kedalaman bantal. Sampai saatnya terjaga dan kita merasa dunia telah kembali masuk akal.
Berita-berita beterbangan seperti laron di musim hujan. Keluar dari rongga-rongga tanah yang basah oleh hujan namun teramat sangat gelisah karena merasa tubuhnya sangat kekeringan.
Berita tentang perang dan kematian, menguar dari gurun pasir yang masih menggigil dalam sergapan musim dingin. Tapi, ledakan amunisi, ternyata cukup kuat untuk meledakkan oase demi oase tempat orang mencari air dan juga angin.
Ini bukan takdir. Bahkan langit yang runtuhpun punya sebuah alasan. Perang, adalah rusaknya sebuah tatanan. Di mana orang saling berbunuhan dengan gelap mata. Ketika pemakaman pun dilakukan tanpa upacara.
Air mata? Hanya dianggap sebagai air yang dijatuhkan retina. Bukan kerumitan rasa yang disebut duka.
Menyedihkan. Ini lebih dari sekedar omnivora. Manusia menjadi pemangsa atas dirinya. Demi kesenangan semata.
Jakarta, 11 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H