Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Mencintai Penyair

28 Februari 2020   14:39 Diperbarui: 28 Februari 2020   14:45 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Jangan kau pernah mencintai seorang penyair. Ia adalah penyayang luar biasa dan keparat tak biasa. Selain kamu, dinding hatinya penuh dengan majalah, buku-buku, dan robekan-robekan kertas bekas. Juga wajah-wajah pias yang dipotret dari kekumuhan kolong jembatan, rumah-rumah kardus di sisi kali keruh, dan celoteh binal para penjaja lipstick di keremangan lampu.

Menjadi kekasih seorang penyair, akan menjadikanmu sepotong roti sarapan pagi. Diolesi mentega yang diambil dari hasil menyamun lamunan malam tadi. Kau harus mendengarkan saat dia berbicara tentang langit yang patah hati, bumi yang patah hati, dan dirinya yang seolah-seolah patah hati.

Padahal dia sedang jatuh cinta pada ilusi yang diciptakannya sendiri. Mungkin seorang gadis, sepotong gerimis, atau sosok tak bertuan yang direkanya dari puisi-puisi romantis.

Berhati-hatilah kalau kau berencana jatuh cinta kepada seorang penyair. Barangkali pagi ini kau akan dijadikannya tuan puteri, atau menjelang siang dia mengibaratkanmu seekor elang, namun bisa jadi sore nanti kau dianggapnya bait-bait puisi yang mengunyah judulnya sendiri.

Mencintai seorang penyair akan menjadikanmu berpetualang di sela-sela kekacauan. Kau berlari mengejar oase yang ternyata itu adalah kolase, kau berdiam menenangkan diri di kesunyian yang tak tahunya adalah keramaian yang dibunuhnya mati, atau jika kau mencoba bercanda tentang apa saja maka dia akan berkata semua sedang tidak baik-baik saja.

Mencintai seorang penyair berarti kau siap mencintai kegilaan. Tapi kau juga akan menjumpai seperti apa sebenarnya wujud dari sempurnanya kewarasan.

Jakarta, 28 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun