Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Situs Reruntuhan Hujan

28 Februari 2020   11:50 Diperbarui: 28 Februari 2020   11:49 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reruntuhan malam dibangun oleh
keping-keping gelap yang berusaha melindap
ketika hanya sedikit mata hati
mencoba menekuri dinihari
dengan menjahit matanya
dan membebat mulutnya
berhenti melihat
tak lagi berbicara
sehingga hujan yang datang
hanya didengarkan
sebagai kidung yang dinyanyikan kemalaman

Reruntuhan hujan
di aspal, trotoar, dan selokan
adalah bagian dari iklan
bagaimana seharusnya, menjadi omnivora
yang bersahaja

Situs reruntuhan hujan
ditemukan, nyaris setiap kali
langit jatuh cinta, lalu patah hati
kemudian sisa hari, dieskavasi
oleh siapa saja yang merasa
jatuh cinta, lalu patah hati
dan tidak untuk siapa saja
yang menganggap penggalian makna
sebagai kegiatan rongsokan
atau peristiwa, yang tidak perlu diistimewakan

Menemukan hujan
di sela-sela hari yang panjang
ibarat penemuan, artefak kuno
yang bercerita tentang
kelahiran yang direncanakan,
perjalanan yang melelahkan,
dan kematian yang dipastikan

Jakarta, 28 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun