Apa yang membuat hujan bisa menjadi begitu sempurna di pagi hari? Di kota yang sibuk menghindarinya, dan di desa yang menerima kehadirannya dengan pelukan mesra?
Aku rasa jawabannya sangat sederhana. Hujan adalah prakata. Dari sebuah pidato panjang tentang kedamaian dan rasa dingin yang menyejukkan. Dengan iringan musik yang diaransemen oleh langit sendiri. Lalu diperdengarkan secara paripurna bagi mereka yang telah lama kehilangan pendengarannya.
Hujan juga sama dengan buku-buku yang ditulis sejak zaman purba yang kebijaksanaannya berlaku di semua tempat. Tidak pernah salah alamat. Kecuali jika langit tersakiti, maka badai akan datang sebagai sarapan pagi.
Di dalam setiap perkara yang dihadirkan oleh hujan, tidak ada satupun perkara yang cukup bukti untuk disidangkan. Hujan mudah disebut sebagai pesakitan. Meski sesungguhnya ia lah yang kesakitan.
Dalam setiap kerinduan yang tak pernah diungkapkan oleh orang-orang yang memutuskan diam pada setiap percakapan, akan selalu ada hujan. Baik sebagai perantara yang sempurna, maupun menjadi penyempurna dari perantaraannya terhadap cinta.
Jakarta, 27 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H