Aku melihat, separuh wajah bulan
di para-para langit
yang tadi seharian
menghabiskan persediaan hujan
untuk menyirami tanah-tanah yang kesepian,
wajahnya secerah lampu baca
ketika siapa saja mulai membuka
buku-buku tentang ilmu pengetahuan
dan bukan sibuk mencela peradaban
Aku mencari-cari
di mana posisi rasi
yang memberi tanda letak gemini,
aku ingin tahu
apakah memang di langit
raut mukanya menggambarkan
hikayat kekacauan
atau justru menuliskan
kalimat-kalimat, yang selalu bersyair
tentang kerinduan
Aku tak tahu pasti
sepenting apakah
semesta menciptakan ruang
yang diperuntukkan bagi ramalan
sedangkan takdir, telah dibukukan
dan disusun rapi
di rak-rak perpustakaan
bahkan semenjak ruh-ruh
baru mulai ditiupkan
Akhirnya aku,
memunguti daun cemara
yang dijatuhkan angin
senja tadi,
ketika seorang lelaki
berusaha keras menelisik rasi
tempatnya dahulu
menanam tembuni
Aku lalu, membunuh lelaki itu
di cermin yang tak henti, memandangiku
Bogor, 2 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H