Aku menduga, kau adalah bintang di langit yang sengaja dijatuhkan malam, ke pelosok yang berbahaya, lantaran telah lama kehabisan cahaya.
Mungkin gelap bukan lagi warna di sana. Tapi seringai hitam dari serigala alfa yang kehilangan anak-anaknya. Mencari kesana kemari. Di mana kira-kira rahasia tersembunyi.
Aku hanya mengira dengan sederhana barangkali kau adalah seorang permaisuri yang tersesat di tengah belantara yang pepohonannya adalah kata-kata. Semak-semaknya adalah tanda baca. Dan sungai-sungai yang mengalir di dalamnya dipenuhi oleh senja, hujan, dan cinta, pada lubuk terdalamnya.
Mungkin itu bukan lagi hutan yang pekat. Namun beberapa lapisan labirin kalimat. Dengan pintu keluar di bibir lautan. Saat kau menjamahnya dengan lidah gelombang yang bersautan.
Aku coba menghafalkan namamu dengan lafal yang mudah-mudahan tidak keliru. Siapa tahu kau adalah jejak terbaru yang ditinggalkan waktu. Sengaja mengintai pada suatu malam yang gagu, untuk membangunkan jeda tidurku yang terganggu oleh keriut rumpun bambu.
Mungkin ini bukan sekedar kesepian yang mencari aroma mawar. Namun keramaian yang sangat membutuhkan adonan nektar. Sehingga rasa manis tak lagi dikudap secara hambar.
Bogor, 29 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H