Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Senja yang Moksa

26 Januari 2020   18:01 Diperbarui: 26 Januari 2020   18:05 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Aku ingin memberi judul puisi ini. Menjauh dari kosakata sunyi. Bernafas ludah api, bermajas lidah matahari. Aku sedang menelan kemarahan. Hingga tulang belakang. Senjaku hilang!

Seharusnya, saat-saat seperti ini, aku bertatap muka, tanpa harus bermuram durja. Senja bagiku, adalah ibunda dari kata-kata. Sebuah rahim bagiku, yang darinya terlahir sajak dan puisi, juga kekuatan hati.

Semestinya, kala sandyakala beralih rupa, dari raut muka pura-pura Sri Rama, ke wajah beringas Rahwana, aku bisa mendulang kisah cinta Dewi Shinta. Ke sebuah sendratari. Ketika senja menyabung rona langit, lebur dalam warna-warni pelangi.

Namun saat ini, senja moksa entah kemana. Mungkin dilarung kecemasan. Di sungai-sungai yang tiba-tiba berarus jeram. Menuju muara berair payau. Menunggu kedatangan kemarau.

Barangkali juga senja sengaja menghilang. Menjadi petang yang enggan berbincang-bincang. Lalu menjadi malam yang kehabisan percakapan.

Bogor, 26 Januari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun