Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Peron Stasiun Kota

25 Januari 2020   08:01 Diperbarui: 25 Januari 2020   07:59 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sempat Anisa membuka mulut, perempuan itu memandang ke arah Anisa dan tersenyum manis. Anisa lega. Ada simpati di senyum itu meskipun bibir cantik itu nampak bergetar. Kereta memelan. Mungkin hendak berhenti di stasiun berikutnya.

"Terimakasih Mbak. Kejadian tadi pertama kalinya bagi saya. Dan sungguh, itu terlalu mengerikan!" Anisa memancing percakapan.

Perempuan cantik itu mengangguk. "Saya turun di stasiun ini," suaranya pelan menembus udara dingin disertai senyum kecil. Senyumnya melebar, tambah lebar, semakin lebar. Dilanjutkan dengan tertawa kecil, tambah besar, dan akhirnya tertawa panjang penuh kepedihan.

Anisa terbelalak hebat. Perempuan cantik itu memang turun di stasiun tempat kereta berhenti sekarang. Tapi cara turunnya yang membuat jantung Anisa nyaris copot dari tempatnya. Perempuan itu ngesot di lantai kereta hingga keluar dari pintunya! Ya ampuun! Jadi?

Anisa menoleh ke dua penumpang lainnya untuk melihat reaksi mereka.

Ibu setengah baya itu terlihat memegang lehernya. Seolah sedang tercekik kehabisan nafas. Sedangkan pemuda itu meringkuk di atas bangku sambil menggigil.

Anisa hendak menghampiri mereka ketika si ibu tiba-tiba saja bereaksi aneh dengan melepas sanggul rambutnya. Anisa mendelik saking kagetnya. Rambut si ibu luar biasa panjang hingga menyentuh lantai. Entah mengapa, kereta masih tetap berhenti. Si ibu berjalan terhuyung-huyung sambil menyeret rambut panjangnya yang terhampar di lantai kereta. Keluar dari kereta.

Anisa menutup mulutnya. Menahan jeritan yang hendak keluar sekencang-kencangnya.

Dia merasakan sebuah firasat bahwa ini semua belum berhenti sampai di sini.

Benar saja! Pemuda gila game itu tiba-tiba berdiri. Dengan tubuh yang tidak utuh lagi! Bahkan tubuhnya lenyap! Tersisa kepala yang meringis ke arah Anisa! Sembari tersenyum. Bukan! Itu menyeringai! Di saat Anisa nyaris hilang kesadaran, kepala itu terbang secepat kilat keluar kereta bersamaan dengan pintu kereta yang menutup.

Sambil merasakan guncangan kecil kereta yang berjalan kembali, Anisa merasakan tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin. Ya Tuhan! Ini malam paling mengerikan dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun