Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tengah Hari di Kota yang Sunyi

7 Januari 2020   14:21 Diperbarui: 7 Januari 2020   14:28 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tengah hari
tapi rasanya matahari nyaris mati
bukan karena hujan
atau awan yang berjatuhan
tapi nampaknya berasal dari
mimpi-mimpi yang berpatahan

Para lelaki meminjamkan cintanya
pada sesloki wiski
bukan karena patah hati
namun lebih banyak karena ingin
mengenyahkan ribuan sunyi

Sementara para perempuan
mencabik hatinya sendiri
dengan mengaduk genangan hujan
yang berisi liku-liku kenangan
lalu menghangatkannya
saat sarapan

Kota ini mendadak kehilangan
hingar bingar kata-kata
mulutnya terkunci rapat
berdiam diri
di sudut perempatan
yang lampu merahnya merubah warnanya sendiri
jadi hijau semua
agar semua orang kembali tertawa
menyaksikan hiruk pikuk bertabrakannya cinta

Sebenarnya tak apa
kalaupun kota ini tenggelam
siapapun tak bisa apa-apa
karena lautan yang marah
atau sungai-sungai yang naik darah
tak pernah sebelumnya bertanya
masihkah ada cinta di hati kota?

Jakarta, 7 Januari 2019
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun