Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Upacara Pemakaman Hujan

5 Januari 2020   22:11 Diperbarui: 5 Januari 2020   22:07 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Hujan itu benar-benar singgah di beranda. Lalu memasuki keranda. Minta dimakamkan. Sudah terlalu banyak kematian. Tergulung rencana-rencana mendung yang murung. Setelah sekian lama langit habis-habisan dirundung.

Ini bukan balas dendam. Ini adalah hukum pengadilan. Siapa menanam api, maka dia akan memanen panas matahari. Siapa menyemai lalai, tak lama nanti akan menuai badai.

Tak usah mencari kesalahan kenapa malam begitu hitam. Tak perlu mencari pesakitan kenapa gelap itu menyimpan kelam. Berkacalah pada rembulan mati. Di sana tertulis; cahaya pasti akan datang lagi.

Dan ketika upacara pemakaman hujan telah dilaksanakan, cintailah dia seperti leluhur yang gugur di medan perang. Kirimkanlah doa-doa terbaik. Sehingga saat reinkarnasinya nanti tak lagi menabur perkara yang pelik.

Bogor, 5 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun