Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jarum Jam

14 Desember 2019   23:59 Diperbarui: 14 Desember 2019   23:55 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Searah jarum jam
mengalir banyak percakapan, dalam diam
mengisi ruang-ruang silaturahmi
yang dipadatkan partikel sunyi

Orang-orang berbicara
tanpa laring suara
bersliweran di linimasa
yang katanya berhasil menumbuhkan, hati patah
dan musim yang berubah
menjadi taman bunga yang kehujanan
melalui keharuman
pucuk nektar dan kabar-kabar
yang tak lagi barbar

Berlawanan arah jarum jam
isu-isu gelap serupa mendung mengancam
hilir mudik menjadi perbincangan
tapi tak pernah menurunkan hujan

Orang-orang saling tikam
tidak dengan belati
tapi menggunakan runcingnya hati
linimasa lalu tersayat-sayat
menjadi tumpukan mayat
yang tak bisa dikuburkan
karena dunia kehabisan pemakaman

Jarum jam berhenti
di angka-angka yang mati
menanti meja dan dinding kembali diperbaiki
agar bisa diletakkan dan dipaku
tanpa harus bermusuhan dengan waktu
dan kita semua lalu, menjadi manekin-manekin bisu

Bogor, 14 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun