Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Keramaian yang Tidak Lupa Percakapan

27 November 2019   07:53 Diperbarui: 27 November 2019   08:01 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka, pagi dan matahari, saling bertabik dan cium pipi. Kehangatan menjalar di mana-mana secepat kabar viral. Dunia sedang tersenyum. Cukup sempurna untuk memberangkatkan ribuan keinginan yang berdesak-desakan di tubuh bus kota dan lorong panjang kereta.

Mereka, sekawanan Tabebuya, sedang mekar di ketiak jalanan yang membelah wajah kota. Membagikan peribahasa bahagia. Tak ada yang lebih indah dari mata yang berbicara, bibir yang terpana, dan rasa hati yang terbata-bata. Peribahasa yang sama sekali tak ada dalam kamus biasa. Tidak lazim. Tapi sungguh membuat bermulanya hari dengan takzim.

Mereka, kaki-kaki kecil dengan langkah besar, memasuki terminal dan pasar-pasar. Tawar menawar. Berapa harga sepotong kebaikan dan apakah ada kembalian yang disediakan Tuhan.

Mereka, keramaian yang tidak lupa percakapan.

Sangat bahagia ketika setiap kata ditenggelamkan kopi sasetan. Dan sesobek roti sarapan.

Jakarta, 27 November 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun