Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Negeri Tulang Belulang (Pemangsa Laut Dalam)

28 Oktober 2019   05:48 Diperbarui: 28 Oktober 2019   06:00 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabat menarik lagi tuas kecepatan dan setelah melewati beberapa puncak tebing kemudian meluncur ke kedalaman maksimum dengan sebelumnya mematikan transponder kapal.

Layar indikator kedalaman kapal selam menunjukkan angka 450 meter tapi Rabat tidak mau berhenti menyelam.

Lampu indikator menyala merah terang diikuti suara dengung alarm lah yang membuat Rabat menghentikan penyelamannya. Kapal kini stabil di kedalaman 505 meter. Ran tersenyum. Cukup untuk menghilang dari radar lawan. Rabat memang sangat piawai di lautan. Caranya menghindari torpedo tadi benar-benar menakjubkan.

Kini kapal selam itu melaju dengan kecepatan sedang. Rabat sudah menandai tujuan ketika tadi masih tersambung dengan satelit. Mereka tidak benar-benar buta. Bio Research lah yang buta di mana posisi mereka. Bahkan mungkin mereka mengira kapal kecil ini telah hancur dihantam torpedo yang mereka kirimkan.

Situasi di bawah permukaan laut sangat tenang. Jarak pandang juga cukup jauh karena perairan yang mereka masuki sekarang sangat jernih. Ini wilayah laut dalam. Sangat dalam malah. Mereka bisa mengetahui itu semua dengan melihat berbagai jenis ikan di kedalaman lebih dari 500 meter yang mempunyai ciri khas berbeda dengan ikan-ikan permukaan.

Beberapa jenis memancarkan cahaya ketika mendekati kapal mereka. Bentuknya pun terlihat tidak lazim. Keempat sekawan itu terkagum-kagum menyaksikan keanekaragaman yang luar biasa itu.

Kekaguman yang langsung terhenti seketika saat tiba-tiba kapal mereka terlempar ke depan seperti layang-layang putus talinya. Untunglah Rabat cepat mengendalikan situasi sebelum kapal itu menghantam dinding batu yang menjulang tinggi di hadapan mereka.

"Holy shit! Apa itu tadi Rabat?" Ran bertanya dengan muka pucat. Nyaris saja wajahnya terhantam panel navigasi tadi.

Ben dan Tet juga kurang lebih sama. Keduanya meringis kesakitan karena bahu mereka sempat bertabrakan saat kejadian tadi.

Rabat tidak menjawab. Dia sibuk memperhatikan layar monitor dan panel navigasi. Sesuatu yang besar nampak bergerak cepat ke arah mereka. Ya ampun, torpedo lagi? oh bukan, ini malah sesuatu yang lebih menakutkan!

"Ugh, kita sudah sampai kawan. Dinding batu tinggi di hadapan kita itu bukan batu. Tapi logam cobalt. Dan yang menghantam kita tadi bukan arus laut tapi...heiiii!" Kata-kata Rabat terputus setelah lelaki itu dengan sigap menambah kecepatan dan menanjak tinggi. Menghindari tabrakan dengan sesuatu yang besar dan nampaknya sengaja hendak menabrak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun